JAKARTA, PARLE.CO.ID – Pemerintah dan DPR RI tengah menggulirkan revisi kedua terhadap Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) yang membawa sejumlah perubahan signifikan, termasuk penyamaan hak antara Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Termasuk rencana penarikan kembali kewenangan pengangkatan pejabat daerah ke pemerintah pusat.
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, dalam Forum Legislasi bertajuk “RUU ASN Menjadi Harapan untuk Kesejahteraan ASN”, yang digelar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (22/4/2025).
Zulfikar menegaskan bahwa Komisi II DPR RI menjadi inisiator perubahan UU ASN yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2024-2029. Revisi ini merupakan kelanjutan dari perubahan pertama melalui UU No. 20 Tahun 2023 yang mulai berlaku pada Desember 2024.
“Dalam perubahan itu, kategori ASN tetap terdiri dari PNS dan P3K, namun hak dan kewajibannya dipersamakan, termasuk pemberian hak pensiun bagi P3K yang sebelumnya tidak diatur,” kata Zulfikar.
Lebih lanjut, Zulfikar mengatakan bahwa UU tersebut juga meniadakan keberadaan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), yang selama ini berperan sebagai pengawas ASN. Fungsi pengawasan dialihkan kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) sebagai regulator, dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) sebagai manajer sumber daya ASN.
*Jadi, sejak UU ASN baru berlaku, tidak boleh lagi ada pengangkatan tenaga honorer atau sejenisnya di instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah. Jika ada pejabat yang masih merekrut tenaga non-ASN tanpa kategori PNS atau P3K, maka harus dikenakan sanksi,” tegasnya.
Adapun revisi kedua UU ASN yang tengah digodok mengusulkan perubahan signifikan dalam mekanisme pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian ASN, khususnya pejabat struktural di daerah seperti pejabat tinggi pratama dan madya. Dalam revisi ini, kewenangan yang sebelumnya didelegasikan ke kepala daerah berpotensi ditarik kembali ke tangan Presiden.
Kajian Mendalam BK DPR RI
Namun, Zulfikar menyatakan Komisi II DPR RI meminta kajian mendalam dari Badan Keahlian DPR RI terkait arah revisi tersebut, mengingat adanya potensi benturan dengan semangat desentralisasi sebagaimana diamanatkan Pasal 18 UUD 1945.
“Negara kita adalah negara kesatuan yang menganut prinsip desentralisasi. Kita harus hati-hati agar revisi ini tidak bertentangan dengan konstituso,” ujar politisi Partai Gerindra itu lagi.
Ia juga menekankan pentingnya melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti akademisi, praktisi, dan profesional dalam proses penyusunan RUU agar perubahan UU ASN tidak bersifat parsial dan tetap sesuai dengan prinsip-prinsip negara hukum.
Hingga saat ini, pembahasan revisi kedua masih berada pada tahap awal kajian di tingkat internal DPR dan belum diajukan ke tahap pembicaraan tingkat I di Paripurna. ***