Rabu, 21 Mei, 2025
spot_img
More

    Berita Terkini

    Polemik Revisi UU ASN, Firman Soebagyo Soroti Potensi Sentralisasi dan Transaksionalisme

    JAKARTA, PARLE.CO.ID– Dalam Forum Legislasi bertajuk “RUU ASN Menjadi Harapan untuk Kesejahteraan ASN” yang digelar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (22/4/2025), anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Firman Soebagyo menyoroti urgensi, tantangan, dan potensi persoalan dalam revisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).

    Firman mengungkapkan bahwa proses pembahasan revisi UU ASN telah melalui dinamika panjang di Komisi II DPR, termasuk tarik-ulur terkait status tenaga honorer yang masih menjadi isu krusial. Untuk itu, ia menekankan pentingnya publik memahami bahwa revisi undang-undang harus memenuhi kaidah hukum dan perundang-undangan yang berlaku.

    “RUU ASN ini adalah inisiatif dari Komisi II DPR RI, Sesuai ketentuan, revisi harus diawali dengan adanya pengusul, naskah akademis, serta tidak bertentangan dengan UUD 1945,” jelasnya seraya menegaskan bahwa hingga saat ini Baleg belum menerima naskah akademis maupun rancangan resmi dari RUU ASN, sehingga belum dapat melakukan harmonisasi atau penilaian secara komprehensif.

    Lebih jauh, Firman mengkritisi rencana sentralisasi wewenang terkait pengangkatan dan mutasi ASN yang kabarnya akan dilimpahkan ke Presiden. Menurutnya, wacana tersebut justru berisiko membebani Presiden secara administratif dan bertentangan dengan semangat reformasi yang mendorong desentralisasi.

    “Kalau semua kewenangan ASN ditarik ke pusat, saya khawatir ini akan membuka ruang baru bagi praktik transaksional, yang selama ini marak di daerah. Jangan sampai korupsi justru bermigrasi ke pusat,” tegasnya lagi.

    Tak Bersifat Tambal Sulam

    Politisi Partai Golkar ini juga mengingatkan agar revisi UU ASN tidak bersifat tambal sulam dan justru memperumit struktur ketatanegaraan. Ia mendorong agar pemerintah daerah dilibatkan secara aktif dalam proses penyusunan revisi sebagai wujud negara kesatuan yang partisipatif.

    “Kalau yang diubah lebih dari 50 persen, itu bukan revisi tapi membuat undang-undang baru. Jangan sampai kita membuang energi dan biaya untuk hasil yang justru dibatalkan Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.

    Firman menutup pernyataannya dengan ajakan agar diskusi terkait RUU ASN tidak berhenti di forum ini, namun dilanjutkan dengan melibatkan pakar-pakar yang kompeten demi menghasilkan produk hukum yang objektif, rasional, dan berpihak pada kepentingan ASN serta publik luas. ***

    Berita Terkini

    spot_imgspot_img

    Jangan Terlewatkan

    Tetap Terhubung

    Untuk mendapatkan informasi terkini tentang berita, penawaran, dan pengumuman khusus