Rabu, 30 April, 2025
spot_img
More

    Berita Terkini

    Penolakan Mengemuka atas Program Rumah Subsidi Khusus untuk Wartawan

    JAKARTA, PARLE.CO.ID – Rencana pemerintah, dalam Hal ini Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), untuk menyalurkan 1.000 unit rumah subsidi khusus bagi wartawan menuai kritik dari sejumlah organisasi pers. Kebijakan yang digagas melalui kerja sama lintas lembaga ini dinilai menciptakan keistimewaan yang tidak semestinya diterima oleh profesi jurnalis.

    Program ini dijalankan oleh Kementerian PKP bersama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), dan Bank BTN, dengan menggunakan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

    Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Pewarta Foto Indonesia (PFI) menyampaikan penolakan terhadap skema yang memberi jalur khusus kepada wartawan. Mereka menekankan bahwa akses terhadap subsidi perumahan seharusnya berbasis pada kebutuhan dan kemampuan ekonomi, bukan berdasarkan profesi.

    “Subsidi rumah adalah hak warga negara berdasarkan syarat penghasilan, bukan karena profesinya sebagai jurnalis,” ujar Ketua Umum PFI, Reno Esnir, dalam pernyataan tertulis pada Rabu (16/4/2025).

    Program FLPP sendiri terbuka untuk masyarakat berpenghasilan maksimal Rp7 juta per bulan bagi individu, atau Rp8 juta untuk mereka yang telah berkeluarga. Skema ini menawarkan bunga tetap lima persen dan uang muka sebesar satu persen dari harga rumah.

    Meski Menkomdigi, Meutya Hafid menegaskan bahwa program ini adalah bentuk perhatian terhadap kesejahteraan jurnalis, bukan upaya politis atau alat untuk membungkam kritik, kelompok pers tetap menilai bahwa insentif berbasis profesi berpotensi merusak persepsi publik terhadap independensi media.

    Ketua Umum AJI, Nany Afrida, mengingatkan bahwa program ini bisa menciptakan konflik kepentingan yang berisiko terhadap integritas jurnalistik.

    “Jika pemerintah ingin meningkatkan kesejahteraan jurnalis, maka cara terbaik adalah memastikan perusahaan media mematuhi Undang-Undang Ketenagakerjaan,” ujarnya.

    Menurut Nany, solusi jangka panjang terletak pada perbaikan ekosistem media—termasuk penjaminan upah layak dan perlindungan kerja.

    “Dengan upah yang memadai, wartawan bisa mengakses kredit rumah tanpa harus menerima jalur khusus,” katanya.

    Timbulkan Persepsi Negatif

    Sementara itu, Ketua IJTI, Herik Kurniawan, menyatakan bahwa perhatian terhadap jurnalis sebaiknya diwujudkan melalui kebijakan yang memperkuat keberlanjutan industri media, bukan melalui program khusus yang menimbulkan persepsi negatif.

    “IJTI menghargai niat baik pemerintah, namun kami percaya bantuan paling bermakna adalah regulasi yang mendukung kemerdekaan pers dan daya hidup media,” ujarnya.

    Herik juga menyarankan agar Dewan Pers tidak dilibatkan dalam program ini, karena mandat lembaga tersebut berada pada wilayah pembinaan dan perlindungan kerja jurnalistik—bukan penyediaan fasilitas perumahan. ***

    Berita Terkini

    spot_imgspot_img

    Jangan Terlewatkan

    Tetap Terhubung

    Untuk mendapatkan informasi terkini tentang berita, penawaran, dan pengumuman khusus