Komisi XII DPR Gelar Rapat Dengar Pendapat Terkait Skema Pembuatan RON BBM
JAKARTA, PARLE.CO.ID — Komisi XII DPR menggelar rapat dengar pendapat pada Rabu (26/2/2025) untuk membahas isu dugaan pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) dengan zat aditif guna meningkatkan nilai Research Octane Number (RON) dari 90 menjadi 92.
Salah satu badan usaha yang menjadi sorotan dalam rapat ini adalah Shell Indonesia, yang dimintai klarifikasi terkait kemungkinan perubahan nilai RON tersebut.
DPR Soroti Kepastian Skema Produksi RON BBM
Wakil Ketua Komisi XII DPR Bambang Haryadi menyatakan bahwa rapat ini bertujuan untuk memberikan kepastian kepada masyarakat terkait proses pembuatan RON BBM. “Isu yang terkini adalah terkait isu RON oplosan. Kita ingin ada kepastian skema terkait pembuatan RON itu, dari swasta maupun Pertamina, agar publik tidak galau,” ujar Bambang dalam rapat yang digelar di Kompleks DPR.
Pertanyaan serupa juga diajukan oleh anggota Komisi XII lainnya, seperti Ratna Juwita Sari (Fraksi PKB) dan Dewi Yustisiana (Fraksi Golkar).
Penjelasan Shell Indonesia: BBM Impor dan Proses Aditif
Menanggapi pertanyaan tersebut, Presiden Direktur dan Country Chair Shell Indonesia, Ingrid Siburian, menjelaskan bahwa seluruh BBM yang dipasarkan Shell berasal dari impor, khususnya dari fasilitas kilang di Singapura.
“Seluruh BBM kami memang impor, termasuk RON 92 yang kami bawa dari Singapura. Kami melakukan tes Quality of Certification sebelum dan sesudah produk sampai di Indonesia,” ungkap Ingrid.
Ia menyebutkan bahwa BBM yang diimpor merupakan base fuel dengan nilai RON sesuai pesanan, yang kemudian ditambahkan zat aditif di terminal Shell di Indonesia. “Produk yang kami bawa adalah base fuel, misalnya RON 92 itu memang RON 92. Kemudian kami tambahkan aditif untuk memberikan nilai tambah dan pembeda dengan produk lain,” tambahnya.
Tanya Jawab Ketat: Bisa atau Tidak RON 90 Jadi RON 92?
Bambang Haryadi kemudian meminta penegasan apakah zat aditif dapat meningkatkan nilai RON, misalnya dari RON 90 menjadi RON 92. “Apakah dimungkinkan dari RON 90 naik ke RON 92 dengan penambahan zat aditif?” tanyanya berulang kali, meminta jawaban tegas dari Shell.
Ingrid menegaskan bahwa dari sisi Shell, zat aditif digunakan untuk menambah nilai (value), bukan untuk mengubah RON. “Kalau dari Shell, proses kami tidak akan mengubah RON. Oktan-nya tetap,” jawabnya. Ketika didesak lebih lanjut soal kemungkinan di luar Shell, Ingrid menolak berspekulasi. “Kalau dari Shell tidak bisa, saya tidak bisa berbicara untuk badan usaha lain,” tegasnya.
Respons DPR: Kejelasan untuk Publik Masih Dipertanyakan
Jawaban Ingrid memicu reaksi beragam dari anggota DPR yang hadir. Sejumlah anggota tampak belum puas dan meminta kejelasan lebih lanjut terkait kemungkinan perubahan RON di luar praktik Shell. Namun, Ingrid tetap konsisten bahwa zat aditif, berdasarkan pengetahuannya, tidak dimaksudkan untuk mengubah nilai RON, melainkan hanya sebagai pembeda produk.
Rapat ini menunjukkan upaya DPR untuk memastikan transparansi dalam industri BBM demi melindungi kepentingan konsumen. Hingga berita ini ditulis, diskusi terkait praktik badan usaha lain masih menjadi tanda tanya yang belum terjawab sepenuhnya. (P-01)