JAKARTA, PARLE.CO.ID A– Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar (F-PG), Nurul Arifin menyoroti dampak negatif penggunaan internet terhadap anak-anak. Ia menegaskan perlunya regulasi yang lebih ketat untuk melindungi anak-anak dari ancaman di dunia digital.
“Tentunya, kami di Komisi I DPR RI, gelisah dengan maraknya platform digital yang dapat diakses tanpa batasan oleh anak-anak,” kata Nurul dalam Forum Legislasi bertajuk “Mendorong Efektivitas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembatasan Akses Internet Terhadap Anak”, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (18/2/2025).
Namun menurut Nurul, meskipun internet membawa banyak manfaat, dampak negatifnya juga tidak bisa diabaikan. Data menunjukkan bahwa dari 280 juta penduduk Indonesia, sekitar 32 juta adalah anak-anak di bawah usia 16 tahun, dan 89% di antaranya aktif menggunakan internet.
“Rata-rata, mereka menghabiskan waktu hingga 5,4 jam per hari di dunia maya, dengan 86,5% menggunakan media sosial untuk berkomunikasi. Sayangnya, dampak buruk yang ditimbulkan cukup mengkhawatirkan,” sebutnya.
Politisi Golkar ini pun memaparkan sebuah studi mengungkap bahwa 48% anak pernah mengalami perundungan daring, 50,3% terpapar konten bermuatan seksual, dan 2% anak mengalami ancaman atau tekanan untuk melakukan tindakan yang merugikan diri mereka.
“Lebih lanjut, indeks keamanan daring (Online Safety Index) tahun 2020 menempatkan Indonesia di peringkat 26 dari 30 negara dengan tingkat keamanan daring yang rendah,” tambah dia lagi.
Korban Paparan Konten
Nurul juga menyoroti bagaimana anak-anak sering menjadi korban paparan konten tidak pantas, pencurian data pribadi, serta ketergantungan teknologi yang berlebihan. Banyak orang tua yang kurang memahami pentingnya pengawasan digital, sehingga anak-anak rentan terhadap eksploitasi di dunia maya.
Ia pun menekankan perlunya penerapan kontrol orang tua (parental control) untuk memastikan anak-anak dapat mengakses internet dengan lebih aman. Sebagai langkah konkret, Nurul menyebut bahwa Komisi I DPR RI mendukung pemerintah dalam merancang regulasi terkait perlindungan anak di dunia digital.
“Sejumlah negara seperti Inggris, Australia, Prancis, Amerika Serikat, dan Jerman telah lebih dulu menerapkan aturan ketat terkait keamanan daring anak. Misalnya, di Australia, media sosial dilarang untuk anak di bawah 16 tahun, sementara di Prancis, anak di bawah 15 tahun harus mendapatkan izin orang tua sebelum mendaftar di platform media sosial,” tuturnya.
Oleh karena itu, Nurul berharap pemerintah dan DPR RI dapat segera merampungkan aturan yang melindungi anak-anak di dunia digital. Harus bersama-sama memerangi dampak negatif media sosial terhadap anak-anak.
“Regulasi ini diharapkan tidak sekadar menjadi wacana, tetapi benar-benar diimplementasikan demi melindungi generasi muda dari ancaman dunia digital,” pungkqsnya. ***