JAKARTA, PARLE.CO.ID — Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mengusulkan rencana kontroversial untuk membeli dan merekonstruksi Jalur Gaza, Palestina. Dalam pernyataannya kepada wartawan di atas Air Force One pada Minggu (9/2/2025), Trump menyatakan bahwa AS berkomitmen untuk mengambil alih Gaza dan memastikan Hamas tidak kembali. Dia juga mengusulkan penyerahan sebagian wilayah Gaza kepada negara-negara Timur Tengah untuk pembangunan kembali.
“Tidak ada yang bisa ditinggali lagi. Tempat itu (Gaza) sudah menjadi puing. Sisanya akan dihancurkan. Semuanya telah hancur,” ujar Trump.
Dia menambahkan bahwa AS akan membuat Gaza menjadi lokasi yang lebih baik untuk pembangunan di masa depan, bahkan menyebutnya sebagai “situs real estate besar”.
Trump juga menyatakan keterbukaannya untuk menerima sebagian pengungsi Palestina ke AS, meskipun akan mempertimbangkan setiap permohonan secara selektif. Namun, usulan ini memicu kecaman dari berbagai pihak, termasuk PBB, pemimpin Arab, dan kelompok hak asasi manusia (HAM).
Kritik dan Tuduhan Pembersihan Etnis
Wakil Presiden Eksekutif Lembaga Think Tank Center for International Policy, Mathhew Duss, menyatakan bahwa usulan Trump didasarkan pada kepentingan ekonomi. “Trump melihat hampir semua hal sebagai peluang untuk mendapatkan uang,” kata Duss kepada Al Jazeera. Namun, dia juga menegaskan bahwa kebijakan AS ini dapat dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
Mantan Duta Besar Israel di New York, Alon Pinkas, menyebut Trump sebagai “agen kekacauan” yang kerap mengeluarkan ide-ide tidak layak. Pinkas menilai rekonstruksi Gaza akan memakan waktu 15 hingga 20 tahun dan membutuhkan dana miliaran dolar. “Trump tak peduli bagaimana caranya, dia hanya ingin memindahkan orang-orang,” ujarnya.
Asisten Sekretaris Jenderal Liga Arab, Hossam Zaki, mengecam rencana Trump sebagai upaya pembersihan etnis. “Ini adalah ide yang mendukung pemindahan paksa penduduk sipil ke luar tanah mereka,” kata Zaki.
Perbedaan Pembersihan Etnis dan Genosida
Francesca Albanese, Pelapor Khusus PBB untuk wilayah Palestina, menyatakan bahwa Israel telah berupaya melakukan “pembersihan etnis massal terhadap warga Palestina” selama beberapa dekade. Dia memperingatkan bahwa situasi saat ini mungkin merupakan pengulangan Nakba 1948, di mana lebih dari 750.000 warga Palestina diusir dari rumah mereka.
Sementara itu, Profesor George Andreopoulos dari John Jay College menjelaskan bahwa pembersihan etnis mengacu pada pengusiran kelompok tertentu dari suatu wilayah untuk menciptakan homogenitas etnis. Berbeda dengan genosida, yang bertujuan menghancurkan suatu kelompok secara fisik, pembersihan etnis lebih fokus pada pengusiran.
Respons Internasional
Rencana Trump telah memicu gelombang kritik dari berbagai pemimpin dunia dan organisasi internasional. Banyak yang menilai usulan ini tidak realistis dan berpotensi melanggar hukum internasional. Meskipun Netanyahu menyatakan gagasan Trump “patut dipertimbangkan,” banyak pihak menilai rencana ini hanya akan memperburuk konflik yang sudah berlangsung puluhan tahun.
Dengan rencana kontroversial ini, Trump kembali menjadi sorotan dunia, memperlihatkan pendekatannya yang transaksional dan seringkali tidak konvensional dalam kebijakan luar negeri. Namun, apakah rencana ini akan benar-benar diwujudkan, masih menjadi tanda tanya besar. (P-01)