JAKARTA, PARLE.CO.ID – Juru Bicara Kementerian Luar (Kemenlu) RI Rolliansyah Soemirat mengatakan bahwa pemerintah Indonesia memiliki komitmen untuk mereformasi lembaga-lembaga tata kelola global dan memberikan kontribusi positif dalam memperdalam kerja sama selatan-selatan. Karena itu, pengumuman bergabungnya Indonesia sebagai anggota penuh di BRICS (Brasil, Rusia, China dan Afrika Selatan), disambut positif.
“Kita menyambut baik pengumuman itu. Apalagi, Indonesia menganut politik luar negeri aktif,” kata Rolliansyah yang akrab disapa Roy itu, kepada awak media di Jakarta, Kamis (16/1/2025).
Berkomitmen Wujudkan Tatanan Global yang Lebih Inklusif
Indonesia, lanjut Roy Sumirat, berkomitmen untuk mewujudkan tatanan global yang lebih inklusif dan berkeadilan berdasarkan prinsip kesetaraan. Indonesia akan menjalin kerja sama multirateral lainnya, tidak hanya BRICS.
“Kalau soal OECD (Organization for Economic Cooperation and Development), kita masih dalam proses menjadi anggota, sehingga nantinya bisa mengambil manfaat dari partisipasi kita baik di OECD maupun di dalam BRICS,” katanya.
BRICS Lebih Realistis Meningkatkan Peran Politik Luar Negeri
Roy Soemirat beralasan mengapa Indonesia lebih dahulu memilih menjadi anggota BRICS ketimbang OECD, karena lebih realistis dalam meningkatkan peran politik luar negerinya saat ini.
“Paling tidak kita pegang dulu itu, yang ingin kita raih. Ini yang paling realistis, dan assessment-nya sudah menjadi keputusan bersama tidak hanya di Kementerian Luar Negeri saja,” ujarnya.
Tidak Melanggar Kebijakan Politik Luar Negeri Bebas Aktif
Kemenlu menegaskan, bergabungnya Indonesia sebagai anggota BRICS, tidak melanggar kebijakan politik luar negeri bebas aktif. Indonesia justru sedang menerapkan politik bebas aktif.
“Jadi kita tidak tertarik untuk bergabung dengan adanya rivalitas kelompok negara tertentu yang saling mengeksklusifkan diri dan saling menyerang rivalnya. Tujuan kita bergabung adalah agar dapat memberikan manfaat kepada semua negara. Tanpa harus terlibat dengan rivalitas negara-negara atau kelompok negara lain,” tegasnya.
Jadi Jembatan Negara Berkembang dan Negara Maju
Dikatakan Roy Sumirat, masuk Indonesia sebagai anggota BRICS diharap menjadi jembatan antara negara berkembang atau selatan-selatan dengan negara maju atau kelompok negara tertentu di tingkat global.
“Jadi politik luar negeri bebas aktif itu, tidak dapat di identikkan dengan isu pasif atau diartikan netral. Tapi kita akan mengambil kebijakan yang paling baik bagi bangsa dan negara kita. Kita akan memilih berdasarkan kepentingan nasional,” tegasnya.
Demi untuk Kepentingan Nasional
Pakar Hubungan International Universitas Airlangga (HI-Unair) Radityo Dharmaputra berbicara dalam diskusi Gelora Talks bertajuk ‘Indonesia Resmi Gabung BRICS, Apa Targetnya?’, Rabu (15/1/2025), mengatakan bahwa dalam konteks bebas aktif politik luar negeri itu, tidak dapatkan Indonesia berada di tengah dan bersikap netral.
“Semua kebijakan politik luar negeri kita harus berdasarkan kepentingan nasional. Dan kepentingan nasional Indonesia bergabung ke BRICS itu, murni kepentingan ekonomi dan geopolitik,” kata Radityo.
Banyak Negara Dapatkan Manfaat Bergabung dengan BRICS
Dia menilai sudah banyak negara yang menjadi anggota BRICS mendapatkan manfaat positif antara lain membuka pasar baru dalam mengirim atau mengekspor barang-barang komoditas tertentu.
“Indonesia juga bisa menjadi jembatan dan tidak terlibat dalam rivalitas negara atau kelompok negara. Beberapa hari lagi Donald Trump akan dilantik sebagai Presiden Amerika, dan sebelum dilantik sudah mengancam akan memberikan sanksi negara yang bergabung ke BRICS. Dengan ada Indonesia, diharapkan tensi politik Trump bisa turun,” ujarnya.
Karena itu, Roy Sumirat yakin Presiden Prabowo sudah mengitung kalkulasi dampak politiknya apabila Indonesia menjadi anggota BRICS, termasuk kemungkinan akan mendapatkan sanksi ekonomi dari Amerika Serikat.
“Jadi era Pak Prabowo ini, saya melihat Indonesia akan menggunakan banyak platform kerja sama, tidak hanya forum G-7 yang sudah dilakukan Presiden Joko Widodo. Indonesia juga berusaha untuk menjembatani kelompok-kelompok yang bersitegang,” katanya.
Pengalaman Baru Indonesia Dalam Diplomasi
Tentu saja hal ini, menurutnya, akan menjadi pengalaman baru bagi Indonesia dalam berdiplomasi dalam forum-forum inklusif dan eksklusif, tidak hanya kerjasama dengan negara-negara maju, tapi juga dengan negara selatan-selatan.
“Dan ini juga akan menjadi jembatan untuk menguatkan suara-suara Indonesia di tingkat global. Apakah ini berhasil atau tidak, salah satu kuncinya adalah diplomat. Apakah diplomat yang ditempatkan di level itu, sudah punya pengalaman tinggi dan reputasi,” pungkas Roy Sumirat. (P-01)