JAKARTA, PARLE.CO.ID — Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyambut baik keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghapuskan ketentuan ambang batas minimal atau presidential threshold dalam pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Keputusan ini dinilai sebagai langkah besar menuju demokrasi yang lebih inklusif dan setara di Indonesia.
Haykal, peneliti Perludem, menyebutkan bahwa keputusan ini memberikan hak setara bagi semua partai politik untuk mencalonkan pasangan presiden dan wakil presiden. “Langkah ini diharapkan memperkuat prinsip kesetaraan, membuka ruang kompetisi politik yang lebih adil, mengurangi polarisasi masyarakat, serta memperluas alternatif pilihan bagi rakyat Indonesia,” ungkapnya.
Penghapusan presidential threshold menjadi tonggak penting dalam perjalanan demokrasi, menghapus batasan 20 persen suara sah nasional atau 25 persen kursi DPR yang sebelumnya menjadi prasyarat pencalonan. Keputusan MK ini, melalui Putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024, dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan resmi tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Peluang dan Tantangan Implementasi Keputusan MK
Dikutip Antara, Haykal menekankan bahwa meskipun keputusan ini adalah pencapaian besar, tantangan implementasinya tetap perlu diantisipasi. Pemerintah, DPR, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan seluruh pemangku kepentingan harus bekerja sama untuk memastikan perubahan ini dapat diintegrasikan secara efektif dalam sistem pemilu melalui revisi Undang-Undang (UU) Pemilu.
“Dengan revisi UU Pemilu yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025, DPR dan Pemerintah perlu menjadikan keputusan MK sebagai dasar dalam merancang aturan pemilu baru yang mendukung demokrasi sehat dan inklusif,” kata Haykal.
Keputusan ini juga membuka peluang untuk menciptakan sistem politik yang lebih kompetitif. Perludem mengajak masyarakat mendukung implementasi keputusan ini sebagai bagian dari perjuangan menuju demokrasi yang lebih baik dan menghormati hak politik setiap warga negara.
Arah Baru Sistem Pemilu Nasional
Keputusan MK ini merupakan hasil dari perjuangan panjang yang melibatkan lebih dari 30 kali uji materi terhadap Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 dalam kurun waktu satu dekade. Sebelumnya, mayoritas hakim MK mendukung ketentuan ini sebagai bagian dari open legal policy. Namun, dengan pertimbangan situasi demokrasi terkini, MK akhirnya memutuskan bahwa ketentuan presidential threshold bertentangan dengan hak politik warga negara.
“Dalam konteks demokrasi yang terus berkembang, mempertahankan ambang batas pencalonan presiden tidak lagi relevan dan justru menjadi penghalang bagi prinsip inklusivitas,” jelas Haykal.
Putusan ini menjadi simbol penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Dengan membuka peluang bagi semua partai politik untuk mencalonkan pasangan presiden dan wakil presiden tanpa batasan suara, Indonesia diharapkan dapat menghindari polarisasi politik, memperluas pilihan masyarakat, serta memperkuat prinsip kesetaraan dalam demokrasi.
Namun, keberhasilan implementasi keputusan ini memerlukan komitmen penuh dari semua pihak, termasuk pemerintah, DPR, dan masyarakat. Haykal menegaskan bahwa keputusan ini bukanlah akhir dari perjuangan, melainkan awal langkah menuju demokrasi yang lebih adil, inklusif, dan setara untuk Indonesia. (P-01)