JAKARTA, PARLE.CO.ID — Anggota Komisi III DPR Abdullah menyerukan agar Polri menjamin keamanan dan stabilitas di Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau, pasca-bentrokan yang terjadi antara warga dan petugas keamanan PT Makmur Elok Graha (PT MEG). Ia menegaskan, polisi harus mencegah terulangnya kekerasan serupa.
“Kami prihatin dengan insiden di Rempang dan mendesak aparat keamanan untuk melindungi warga. Itu adalah tanggung jawab kepolisian,” ujar Abdullah, Jumat (20/12/2024).
Kronologi Kerusuhan
Dikutip dari dpr.go.id, dijelaskan bahwa Kerusuhan di Pulau Rempang pecah pada Rabu (18/12/2024) dini hari, melibatkan serangan terhadap sejumlah posko warga di Kampung Sembulang Hulu dan Kampung Sei Buluh. Serangan itu mengakibatkan delapan orang terluka, salah satunya dalam kondisi kritis. Bahkan, seorang warga dilaporkan terkena anak panah. Selain korban luka, beberapa kendaraan dan posko milik warga juga mengalami kerusakan.
Konflik dipicu oleh tindakan seorang oknum dari PT MEG yang merusak spanduk penolakan warga terhadap Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City. Hal ini memicu ketegangan yang kemudian berujung pada bentrokan antara warga dan petugas keamanan.
Permintaan Abdullah: Pendekatan Humanis dan Transparansi Aparat
Abdullah mengingatkan bahwa pemerintah harus segera mengambil langkah strategis untuk menyelesaikan konflik ini secara damai. Ia meminta pendekatan humanis menjadi prioritas, bukan tindakan represif.
“Penolakan warga tentu memiliki alasan. Pemerintah perlu memastikan hak-hak masyarakat dipenuhi dan tidak mengabaikan aspek sosial maupun budaya mereka,” tegas politisi dari Dapil Jawa Tengah VI ini.
Ia juga mengecam dugaan keterlibatan aparat dalam membiarkan serangan terhadap warga. “Aparat keamanan, baik Polri maupun TNI, harus profesional. Jangan sampai ada yang terlibat membekingi kekerasan. Polisi harus bertindak adil dan transparan dalam menjalankan tugas,” imbuh Abdullah.
Peran Komnas HAM dan Kompolnas
Abdullah mendukung langkah Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang turun langsung untuk mengawasi penyelesaian kasus ini. Ia juga mendorong Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk memastikan perlindungan hak-hak masyarakat selama proses penanganan konflik berlangsung.
“Stabilitas keamanan penting untuk mendukung pembangunan, tapi hak-hak warga juga harus dilindungi. Kita harus memastikan bahwa tidak ada yang dirugikan, baik secara fisik maupun hukum,” ujarnya.
Proyek Rempang Eco-City dan Tantangannya
Pembangunan Rempang Eco-City, bagian dari PSN yang dikerjakan Pemko Batam, Otorita Batam, dan PT MEG, bertujuan menjadikan Rempang sebagai pusat ekonomi baru. Namun, proyek ini menuai penolakan karena dinilai mengabaikan kepentingan sosial dan budaya masyarakat adat setempat.
“Bentrokan di Rempang adalah catatan hitam dalam sejarah penanganan konflik pembangunan. Proyek ini harus dievaluasi agar tidak merugikan masyarakat, termasuk warga adat yang memiliki hak atas tanahnya,” kata Abdullah.
Seruan untuk Solusi Berbasis Keadilan Sosial
Abdullah menegaskan bahwa pembangunan harus mempertimbangkan prinsip keadilan sosial, kelestarian lingkungan, dan keberlanjutan. Ia mendesak pemerintah untuk meninjau ulang proyek Rempang Eco-City jika memang tidak berpihak kepada rakyat.
“Pembangunan tidak boleh mengabaikan suara rakyat. Pemerintah harus mendengarkan aspirasi masyarakat dan mencari solusi terbaik tanpa menggunakan kekerasan,” tandasnya.
Abdullah menekankan pentingnya pendekatan damai dalam menyelesaikan penolakan warga terhadap proyek pembangunan. “Keselamatan dan keamanan warga harus menjadi prioritas utama. Aparat keamanan seharusnya melindungi masyarakat, bukan menjadi ancaman bagi mereka,” pungkasnya. (P-01)