Kamis, 23 Januari, 2025
spot_img
More

    Berita Terkini

    Nasir Djamil Tegaskan Wacana Pendekatan Restoratif dalam Kasus Korupsi Harus Dipertimbangkan Matang

    JAKARTA, PARLE.CO.ID — Anggota Komisi III DPR M Nasir Djamil memberikan tanggapan atas pernyataan Menko Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, terkait usulan perubahan pendekatan penegakan hukum korupsi dari model retributif ke restoratif. Menurut Nasir, isu tersebut perlu disampaikan dengan kehati-hatian, mengingat sensitifnya reaksi publik terhadap pemberantasan korupsi.

    “Perlu diingat bahwa indeks persepsi korupsi kita sedang mengalami penurunan, sementara korupsi tetap menjadi musuh utama bangsa. Kejahatan korupsi termasuk kategori luar biasa, seperti korupsi politik, kejahatan kerah putih, hingga korupsi yudisial. Maka, wacana seperti ini bisa memunculkan kegaduhan,” ujar Nasir saat dihubungi di Jakarta, Kamis (19/12/2024).

    Sensitivitas Publik dan Tantangan Moralitas Pejabat
    Politisi dari Fraksi PKS ini menegaskan bahwa sebelum menggulirkan wacana pendekatan restoratif, pemerintah harus memperbaiki moralitas dan integritas para pejabat terkait. Ia menilai bahwa menyampaikan gagasan tersebut di tengah kondisi seperti saat ini berisiko menimbulkan persepsi publik yang kontraproduktif.

    “Pak Presiden memiliki komitmen kuat dalam pemberantasan korupsi. Oleh karena itu, sebaiknya hindari pernyataan yang bisa merusak kepercayaan masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi,” tegas Nasir.

    Dikutip dari dpr.go.id, Nasir juga mengingatkan bahwa di berbagai negara, seperti China, hukuman bagi pelaku korupsi bisa sangat berat, termasuk hukuman mati. Ia mengkhawatirkan jika wacana restoratif tidak dipertimbangkan dengan matang, hal ini dapat memunculkan anggapan bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tidak serius dalam memberantas korupsi.

    “Pak Prabowo sangat tegas dalam hal pemberantasan korupsi. Jadi, mari kita dukung langkah-langkah konkret pemberantasan korupsi tanpa mengemukakan gagasan yang dapat disalahartikan,” tambahnya.

    Apa Itu Pendekatan Restoratif?
    Pendekatan restoratif memungkinkan pelaku tindak pidana untuk tidak dipenjara, melainkan cukup mengembalikan dana yang dikorupsi. Selama ini, pendekatan tersebut lebih sering digunakan untuk tindak pidana ringan, seperti perkelahian tanpa senjata, perusakan properti, atau kasus yang melibatkan anak dan perempuan.

    Namun, Menko Yusril menilai bahwa pendekatan ini juga perlu dipertimbangkan dalam pemberantasan korupsi. Dalam sebuah diskusi virtual bertajuk Agenda Pemberantasan Korupsi Kabinet Merah Putih, Yusril menyatakan bahwa paradigma pemberantasan korupsi Indonesia masih mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) warisan kolonial Belanda.

    “KUHP sudah diperbarui dengan UU Nomor 1 Tahun 2023 yang membuka ruang bagi pendekatan restoratif dan rehabilitatif dalam penegakan hukum pidana. Namun, pendekatan ini belum diterapkan dalam kebijakan pemberantasan korupsi,” kata Yusril.

    Kritik terhadap Pendekatan Baru
    Yusril menyampaikan bahwa paradigma hukum kolonial terlalu berfokus pada pemenjaraan yang sifatnya retributif. Ia mengusulkan pendekatan yang lebih menekankan pada keadilan kolektif dan rehabilitasi sosial.

    Namun, bagi Nasir Djamil, perubahan seperti ini memerlukan kajian mendalam dan sosialisasi yang baik agar tidak salah dipahami oleh publik. “Penegakan hukum korupsi harus tetap tegas. Restorasi keadilan tidak bisa diartikan sebagai kelonggaran hukuman bagi pelaku kejahatan luar biasa seperti korupsi,” tutup Nasir. (P-01)

     

    Berita Terkini

    spot_imgspot_img

    Jangan Terlewatkan

    Tetap Terhubung

    Untuk mendapatkan informasi terkini tentang berita, penawaran, dan pengumuman khusus