Sabtu, 22 Maret, 2025
spot_img
More

    Berita Terkini

    Krisis Lahan Pertanian di Maluku Utara: Anggota DPD Usul Jeda Izin Pertambangan Baru

    Graal Taliawo Soroti Alih Fungsi Lahan dan Dampaknya pada Ketahanan Pangan

    JAKARTA, PARLE.CO.ID — Anggota Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Maluku Utara, Graal Taliawo, menyerukan kebijakan jeda pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) baru untuk mengatasi krisis lahan pertanian dan perkebunan. Hal ini disampaikan dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (2/3/2025).

    Graal menegaskan bahwa alih fungsi lahan pertanian menjadi area pertambangan telah menyebabkan krisis pangan dan kerusakan lingkungan di Maluku Utara.

    Alih Fungsi Lahan Ancam Ketahanan Pangan

    Graal menyoroti kondisi di Kabupaten Pulau Taliabu, di mana hampir seluruh lahan telah dialihfungsikan untuk pertambangan. Sementara itu, di Kabupaten Halmahera Tengah, sekitar 50% wilayahnya telah menjadi area konsesi pertambangan, dengan luas lahan pertanian yang tersisa hanya sekitar 2,6 ribu hektare.

    “Jika tidak segera diatasi, hal ini akan berdampak serius pada ketahanan pangan lokal. Masyarakat akan bergantung pada pasokan pangan dari luar daerah,” ujarnya.

    Pencemaran Lingkungan Akibat Pertambangan

    Selain krisis lahan, Graal juga mengungkapkan dampak lingkungan dari aktivitas pertambangan. Tiga teluk di Maluku Utara, yaitu Teluk Obi, Teluk Buli, dan Teluk Weda, telah tercemar logam berat seperti merkuri. “Ikan-ikan dari teluk tersebut sudah tidak layak dikonsumsi. Ini adalah dampak serius yang perlu segera ditangani,” tegasnya.

    Ia menekankan pentingnya memperkuat pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan menindak tegas perusahaan yang melanggar.

    Konflik Lahan dan Perlunya Pemetaan Wilayah

    Graal juga menyoroti konflik lahan yang kerap terjadi antara perusahaan tambang dengan masyarakat adat dan lokal. Misalnya, area hidup Suku Tobelo Dalam di Halmahera Timur tumpang tindih dengan lahan pertambangan. Selain itu, lahan pertanian dan hutan lindung di beberapa desa seperti Sailal, Baburino, dan Bobo juga terancam oleh aktivitas pertambangan.

    “Sebelum IUP diberikan, harus ada pemetaan lahan yang jelas untuk menghindari konflik dan kerusakan lingkungan,” ujarnya.

    Respons Pemerintah: Perbaikan Tata Kelola dan Pengawasan

    Merespons hal ini, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menyatakan komitmen pemerintah untuk mempercepat integrasi sistem perizinan dan memperbaiki tata kelola lahan. “Kami akan memprioritaskan pemetaan lahan dan penegakan aturan reklamasi pascatambang. Pengawasan terhadap perusahaan tambang juga akan ditingkatkan,” kata Yuliot.

    Dengan adanya usulan jeda IUP dan upaya perbaikan tata kelola, diharapkan krisis lahan dan lingkungan di Maluku Utara dapat segera diatasi demi menjaga ketahanan pangan dan kelestarian alam. (P-01)

     

    Berita Terkini

    spot_imgspot_img

    Jangan Terlewatkan

    Tetap Terhubung

    Untuk mendapatkan informasi terkini tentang berita, penawaran, dan pengumuman khusus