Rabu, 30 April, 2025
spot_img
More

    Berita Terkini

    Peranan Asing dalam Jatuhnya Pemerintahan Orde Baru Tahun 1998

    Oleh: Agus Widjadjanto (Praktisi Hukum/Pemerhati Sosial, Budaya, Hukum, Politik dan Sejarah Bangsa)

    KEJADIAN suram saat kerusuhan tahun 1998, di mana mahasiswa bergerak menduduki gedung DPR/MPR, dimotori oleh para tokoh yang mengklaim dirinya reformis dan bercita-cita melakukan reformasi di segala lini kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, setelah 27 tahun reformasi, kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. Bukannya semakin membaik, kondisi negara justru mengalami degradasi moral yang parah.

    Korupsi semakin masif dan terstruktur di berbagai lini, sementara penegakan hukum semakin carut-marut. Hukum yang seharusnya menjadi panglima justru dijadikan komoditas kepentingan dan lahan bisnis, yang akhirnya berdampak pada penderitaan rakyat. PHK terjadi di mana-mana, seperti tumbangnya pabrik tekstil Sritex pada 1 Maret 2025. Belum lagi kasus korupsi terkait pengoplosan minyak Pertamax di Pertamina Patra Niaga, kasus timah di Bangka Belitung, pagar laut di Tangerang, hingga rumor pemalsuan emas batangan oleh sebuah perusahaan besar. Semua ini adalah indikator bahwa ada sesuatu yang tidak beres di negeri ini.

    Konspirasi Global dalam Jatuhnya Orde Baru

    Tragedi 1998 harus dijadikan momentum untuk mengingat bahwa kita telah dijadikan kaki tangan pihak internasional dalam agenda menjatuhkan pemerintahan yang secara de facto sangat kuat secara ekonomi dan stabilitas politik. Pemerintahan Orde Baru ditakuti karena potensinya melampaui Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok sebagai “Macan Asia” yang dapat membahayakan kepentingan negara-negara besar.

    Dihimpun dari berbagai sumber, berikut beberapa pendapat mengenai mengapa pemerintahan Orde Baru harus dijatuhkan:

    • Mahatir Mohamad: “Krisis ekonomi 1998 memang dirancang untuk menjatuhkan Pak Harto. Jika Pak Harto tidak jatuh, Indonesia akan jadi negara maju.”
    • Sultan Bolkiah: “Dipimpin Pak Harto, Indonesia bersatu. Pemerintahan stabil, ekonomi maju sangat pesat. Sangat disayangkan beliau dijatuhkan.”
    • Lee Kuan Yew: “Pak Harto pemimpin luar biasa. Beliau harus mendapat tempat terhormat dalam sejarah Indonesia.”

    Pak Harto sebenarnya telah beberapa kali mengutarakan niat untuk mundur, tetapi beliau melihat adanya ancaman luar biasa besar terhadap bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Fitnah terkait korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang dituduhkan kepada Pak Harto dan keluarganya bahkan dituangkan dalam TAP MPR untuk memeriksa harta kekayaannya, tetapi semua tuduhan itu tidak terbukti.

    Majalah TIME, sebagai agen konspirasi global, pernah memfitnah Pak Harto dan keluarga dengan tuduhan memiliki simpanan USD 30 miliar, tetapi itu juga tidak terbukti. Tim-tim khusus yang dibentuk pemerintah pun tidak menemukan rekening atau aset tersembunyi di bank asing. Pak Harto sendiri pernah berkata, “Silakan cari ke mana saja. Jika terbukti saya memiliki simpanan 1 sen saja, saya siap dihukum mati.”

    Belakangan terbukti bahwa Pak Harto dijatuhkan oleh konspirasi global, yaitu kolusi antara Partai Demokrat AS, Partai Komunis China (PKC), dan sekutunya, yang bekerja sama dengan kelompok anti-Soeharto di dalam negeri. Penyebab utama dijatuhkannya Pak Harto adalah keberpihakan beliau kepada umat Islam sejak 1986. Pihak-pihak tertentu tidak senang dengan hal ini.

    Sejak Indonesia merdeka pada 1945, kemerdekaan sejati umat Islam di Indonesia baru terjadi pada tahun 1986-1987, ketika Pak Harto berpaling kepada Islam. Tentu, sebagai manusia, Pak Harto tidak sempurna, tetapi jasanya bagi bangsa ini sangat besar.

    Kaitan Soeharto dengan CIA dan Peranannya dalam Menumpas PKI

    Dokumen rahasia CIA yang kini telah boleh diakses publik mengungkap bahwa pada awal Oktober 1965, CIA bertemu dengan Pak Harto beberapa hari setelah peristiwa G30S/PKI di Jakarta. Laporan CIA menyebut bahwa setelah PKI melancarkan Gestapu, TNI AD di bawah kepemimpinan Mayjen Soeharto berhasil menggagalkan upaya PKI untuk mengendalikan NKRI.

    Beberapa kesalahan fatal PKI dalam melancarkan Gestapu:

    1. Timing yang buruk: Gestapu dilakukan hanya lima hari sebelum HUT TNI pada 5 Oktober 1965, saat seluruh pasukan TNI sedang berkumpul di Jakarta.
    2. Meremehkan Soeharto: PKI menganggap Soeharto sebagai sosok yang tidak berbahaya, padahal sebagai Panglima Kostrad, ia memiliki pengalaman mobilisasi pasukan dalam jumlah besar.

    Fakta sejarah juga menunjukkan kegagalan Operasi Trikora dalam upaya membebaskan Papua Barat dari Belanda, yang membuat Soeharto lebih berhati-hati dalam bertindak. Namun, justru karena sikapnya yang low profile inilah, Soeharto tidak masuk dalam faksi mana pun di TNI AD, sehingga tidak diperhitungkan oleh PKI.

    Ketika hampir semua pimpinan TNI AD yang anti-PKI telah dibunuh, hanya Mayjen Soeharto dan Jenderal A. H. Nasution yang tersisa. Dengan cepat, Soeharto menggerakkan pasukan dan berhasil menumpas PKI dalam waktu singkat.

    Soeharto dan Amerika Serikat

    CIA juga mengungkap bahwa setelah situasi terkendali, AS menawarkan bantuan kepada Soeharto, tetapi ia menolaknya. Satu-satunya permintaan Soeharto kepada AS adalah beras untuk rakyat Indonesia yang sedang kelaparan akibat inflasi 650% dan defisit anggaran 175%.

    Pada akhirnya, AS terpaksa memenuhi permintaan Soeharto, karena keberhasilannya menumpas PKI telah meringankan beban AS di era Perang Dingin. Kejatuhan Indonesia ke tangan komunis bisa menyebabkan efek domino di seluruh Asia Tenggara, yang juga akan membahayakan Australia dan negara-negara sekutu AS lainnya.

    Sebagai bentuk terima kasih, AS menekan Belanda dan PBB agar menyerahkan Papua Barat kepada Indonesia. Namun, ada kompromi yang dibuat, yaitu keberadaan Freeport sebagai jaminan AS di Papua.

    Mengapa Orde Baru Harus Dijatuhkan?

    Pemerintahan Orde Baru yang sukses dalam swasembada beras, teknologi melalui BPPT, dan kemandirian ekonomi dipandang sebagai ancaman bagi negara-negara besar. Jika dibiarkan, Indonesia bisa menjadi negara maju yang tidak bergantung pada teknologi dan keuangan asing.

    Sebelum jatuh, Pak Harto bahkan berani membubarkan IGGI (Inter-Governmental Group on Indonesia), lembaga donor internasional yang dianggap terlalu mengintervensi politik Indonesia. Ia juga berencana melunasi utang luar negeri dan menerapkan ekonomi berbasis sumber daya alam yang melimpah.

    Hal ini jelas mengganggu kepentingan neo-imperialisme negara-negara maju. Satu-satunya cara untuk menghentikan Orde Baru adalah dengan menjatuhkannya dari dalam melalui operasi intelijen, menggunakan tangan anak bangsa sendiri. Gerakan mahasiswa pun ditunggangi kepentingan politik global dan internal.

    Kesimpulan

    Apa yang terjadi dalam reformasi ternyata jauh dari harapan. Reformasi menjadi absurd, tanpa ujung yang jelas bahkan setelah 27 tahun berlalu. Untuk itu, jangan sekali-kali melupakan Sejarah bangsamu. Bekajarlah Sejarah agar bisa mengambil keputusan yang bijak untuk kepentingan Bangsa dan negara. ***

    Berita Terkini

    spot_imgspot_img

    Jangan Terlewatkan

    Tetap Terhubung

    Untuk mendapatkan informasi terkini tentang berita, penawaran, dan pengumuman khusus