Dalam forum US-Indonesia Economic Security Roundtable di Stanford University, Edhie Baskoro Yudhoyono sampaikan gagasan strategis tentang keamanan ekonomi global dan peran setara Indonesia
Indonesia dari Ketergantungan Menuju Martabat Global
JAKARTA, PARLE.CO.ID — Wakil Ketua MPRĀ dari Fraksi Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), menegaskan kesiapan Indonesia untuk menjadi bagian utama dalam pembentukan tatanan dunia baru yang adil dan inklusif. Dalam pidatonya pada forum āUS-Indonesia Economic Security Roundtable (Global Policy and Strategy Initiative)ā yang digelar di Stanford University, Amerika Serikat, 20 Mei 2025, Ibas menyampaikan bahwa Indonesia kini bertransformasi dari ketergantungan menuju martabat global.
āIndonesia tidak lagi hanya menjadi mitra dagang, tapi siap tampil sebagai kekuatan setara di kancah internasional,ā ujar Ibas yang juga menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI.
Menyambut Kebangkitan China Secara Positif
Di awal paparannya, Ibas menyoroti pentingnya menyambut kebangkitan China sebagai peluang, bukan ancaman. Ia menilai bahwa kekuatan baru seperti China bisa menjadi mitra dalam menciptakan perdamaian dan kemakmuran bersama, seperti halnya hubungan erat yang telah terjalin antara Indonesia dan Amerika Serikat.
āKita tahu bahwa Indonesia dan AS memiliki kemitraan strategis dalam hampir semua bidang. Indonesia kini sedang mencari keseimbangan kekuatan global,ā tuturnya.
Indonesia-AS: Dari Sawah ke Silicon Valley
Menggambarkan eratnya hubungan bilateral, Ibas menyampaikan bahwa koneksi Indonesia dan Amerika melampaui sekadar perdagangan dan diplomasi, tetapi juga diikat oleh rasa saling percaya. āDari Jakarta ke Washington, dari sawah Jawa Tengah hingga pusat data di Silicon Valley,ā ucap Ibas, menggambarkan luasnya spektrum kerja sama kedua negara.
Keamanan Ekonomi: Bukan Lagi Sekadar Angka
Lebih jauh, Ibas menyampaikan bahwa konsep keamanan ekonomi saat ini telah bergeser dari sekadar kalkulasi angka menjadi sebuah narasi besar. āIni adalah kisah tentang negara-negara yang memilih kerja sama daripada konfrontasi. Ini adalah perjalanan dari ketergantungan menuju martabat,ā ujarnya.
Ia mengkritisi fragmentasi kebijakan global yang kerap kali hanya menguntungkan segelintir pihak. Oleh karena itu, menurutnya, kawasan Asia Tenggara dan Global South tidak boleh hanya menjadi bagian dari percakapan global, melainkan turut membentuknya.
Geoekonomi sebagai Wajah Baru Geopolitik
Ibas juga menekankan bahwa wajah geopolitik saat ini telah berubah menjadi geoekonomi. Hal ini tampak dari penggunaan teknologi sebagai senjata, politisasi rantai pasok, serta transisi energi yang timpang antarnegara.
āKita butuh keseimbangan baru. Bukan dominasi satu pihak, tapi partisipasi bersama,ā tegas Ibas, yang juga menjabat Wakil Ketua Umum Partai Demokrat dan Wakil Ketua Dewan Penasihat Kadin Indonesia.
Usulan Trinitas Strategis untuk Masa Depan Dunia
Sebagai solusi, Ibas mengusulkan gagasan Trinitas Strategis yang mencakup tiga pilar utama: rantai pasok yang tangguh, tata kelola digital yang berdaulat, dan diplomasi industri hijau. Ketiganya dianggap sebagai fondasi dalam membangun tatanan global baru yang inklusif dan berkelanjutan.
Ia juga mengajukan dua pertanyaan penting untuk menjadi bahan diskusi lanjutan:
-
Bisakah dunia merintis Dana Ketahanan Bersama guna merespons guncangan ekonomi, perdagangan, dan lingkungan?
-
Apa peran universitas seperti Stanford dalam menciptakan Policy Sandboxesāwadah eksperimental untuk menguji model ekonomi baru?
Indonesia Siap Jadi Perancang Dunia Baru
Mengakhiri presentasinya, Ibas mengajak para peserta forum untuk tidak hanya bersaing tetapi berkolaborasi membangun masa depan bersama. Ia menegaskan bahwa Indonesia siap menjadi arsitek dalam membentuk sistem global baru yang lebih adil dan berkelanjutan.
āKita tidak boleh hanya bereaksi terhadap disrupsi, tapi harus aktif merancang sistem yang lebih adil dan berdaulat. Indonesia siap, bukan sebagai pengamat pasif, tetapi sebagai mitra aktif dalam perdamaian dan kemakmuran global,ā pungkasnya. (P-01)


