JAKARTA, PARLE.CO.ID — Ketua Komisi XIII DPR Willy Aditya menyatakan kesiapannya untuk membuka jalur komunikasi dengan parlemen dan pemerintah Singapura guna mendorong ekstradisi buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Paulus Tannos. Tannos terlibat dalam kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (KTP-E) yang merugikan negara secara signifikan.
“DPR RI adalah bagian dari Inter-Parliamentary Union (IPU), sehingga komunikasi dengan parlemen Singapura sangat memungkinkan untuk mengamankan dukungan demi memulangkan pelaku kejahatan ekonomi ini,” ujar Willy dalam pernyataan tertulis pada Jumat (24/1/2025).
Landasan Perjanjian Ekstradisi yang Sudah Terbangun
Willy menyoroti sejarah perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura yang telah dirintis sejak 2007. Meskipun lama tertunda, perjanjian tersebut baru efektif diberlakukan pada tahun lalu. Ia mendesak aparat penegak hukum di Indonesia untuk segera melengkapi seluruh dokumen dan bukti yang diperlukan guna mendukung proses hukum terhadap Tannos.
“Langkah ini penting untuk menunjukkan keseriusan Indonesia dalam menindak pelaku kejahatan ekonomi, sekaligus memperkuat posisi kita di mata internasional,” tambahnya.
Membangun Diplomasi Berdasarkan Hubungan Strategis
Willy berharap pemerintah Singapura mempertimbangkan hubungan baik serta berbagai kerja sama strategis yang telah terjalin dengan Indonesia. Ia menekankan bahwa hubungan bilateral yang solid dapat menjadi dasar untuk mempercepat proses ekstradisi.
“Kami percaya bahwa kerja sama yang telah terjalin selama ini dapat menjadi pijakan untuk mendukung pemulangan Tannos dan memastikan keadilan ditegakkan,” kata Willy.
Urgensi Regulasi Pemindahan Narapidana
Selain fokus pada ekstradisi, Willy juga menyoroti pentingnya penguatan kerangka hukum terkait pemindahan narapidana antarnegara. Ia menilai perjanjian transfer narapidana merupakan elemen strategis yang perlu segera diwujudkan untuk mendukung sistem hukum Indonesia.
“Undang-Undang Pemasyarakatan sebenarnya telah mengamanatkan perlunya aturan tentang pemindahan narapidana antarnegara, tetapi hingga kini Indonesia belum memiliki regulasi tersebut,” jelasnya.
Menurut Willy, aturan tersebut bukan hanya relevan untuk menghadapi kasus seperti Tannos, tetapi juga penting bagi perlindungan warga negara Indonesia (WNI) yang menjalani hukuman di luar negeri.
“Jika regulasi ini ada, kita bisa menggunakannya untuk memindahkan WNI yang dipenjara di negara lain kembali ke Indonesia, atau sebaliknya, sesuai kebutuhan,” tuturnya.
Langkah Strategis Menuju Pemulihan Keadilan
Dorongan Komisi XIII DPR RI untuk memperkuat kerja sama hukum dengan Singapura menunjukkan komitmen yang kuat dalam menegakkan keadilan dan melindungi kepentingan negara. Diplomasi antar parlemen dan regulasi yang mendukung pemindahan narapidana menjadi langkah strategis yang tak hanya membantu menyelesaikan kasus-kasus besar, tetapi juga memperkuat sistem hukum nasional di tingkat global.
Melalui pendekatan kolaboratif dan penguatan regulasi, Indonesia diharapkan mampu menghadapi tantangan hukum internasional secara lebih efektif dan memastikan keadilan terwujud bagi seluruh rakyatnya. (P-01)