Sabtu, 8 Februari, 2025
spot_img
More

    Berita Terkini

    Sertifikat Tanah di Laut: Fakta dan Polemik di Desa Kohod Tangerang

    JAKARTA, PARLE.CO.ID — Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengungkapkan bahwa wilayah laut di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, telah memiliki sertifikat tanah. Ia menjelaskan, terdapat 280 bidang tanah yang terdaftar dengan status sertifikat di kawasan tersebut, yang sebagian besar berbentuk Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), sementara beberapa lainnya berupa Sertifikat Hak Milik (SHM).

    “Kami mengakui, memang ada sertifikat di kawasan laut seperti yang ramai dibicarakan di media sosial,” ujar Nusron dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (20/1/2025).

    Rincian Kepemilikan Tanah di Kawasan Laut

    Menurut Nusron, dari total 280 bidang tanah yang bersertifikat, 263 bidang tanah berstatus SHGB, di mana:

    • 234 bidang dimiliki oleh PT Intan Agung Makmur.
    • 20 bidang tercatat atas nama PT Cahaya Inti Sentosa.
    • 9 bidang dimiliki oleh individu.
    • 17 bidang tanah lainnya memiliki status SHM.

    Lokasi bidang tanah yang bersertifikat tersebut berada di kawasan laut Desa Kohod dan telah diverifikasi melalui situs Bhumi milik Kementerian ATR/BPN.

    “Jika ingin mengetahui lebih lanjut mengenai pemilik PT tersebut, masyarakat dapat memeriksa melalui sistem Administrasi Hukum Umum (AHU) untuk melihat akta perusahaan,” tambahnya.

    Kondisi Fisik dan Status Tata Ruang

    Kawasan laut yang telah memiliki sertifikat ini diketahui telah dipagari dengan bambu, membentuk beberapa blok tanah dengan nomor induk berusaha (NIB) yang berbeda. Berdasarkan pantauan, area tersebut memiliki luas yang bervariasi, mulai dari belasan ribu meter persegi untuk setiap bloknya.

    Namun, ketika dibandingkan dengan tampilan pada aplikasi Google Maps, wilayah ini masih terlihat sebagai perairan, menimbulkan pertanyaan tentang kesesuaian antara status hukum tanah dan kondisi fisiknya.

    Proses dan Kontroversi Sertifikasi Wilayah Laut

    Fenomena ini menimbulkan diskusi di kalangan masyarakat dan ahli tata ruang terkait legalitas sertifikasi wilayah laut. Nusron menjelaskan bahwa proses penerbitan SHGB dan SHM telah melalui prosedur resmi.

    Namun, sertifikasi tanah di wilayah laut memunculkan persoalan mendasar mengenai tata ruang dan fungsi ekologis laut. Sebagai wilayah yang seharusnya tidak dapat dimiliki secara privat, sertifikasi ini memancing kritik terkait potensi penyalahgunaan regulasi dan dampak terhadap masyarakat sekitar.

    Tanggapan dan Implikasi Kebijakan

    Kasus ini menjadi sorotan publik, terutama karena wilayah laut secara umum diatur sebagai milik negara dan berfungsi untuk kepentingan publik. Beberapa pihak mendesak pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan sertifikasi tanah di kawasan laut guna memastikan bahwa aturan tata ruang tidak dilanggar.

    Sementara itu, Nusron Wahid menyatakan komitmennya untuk melakukan evaluasi terhadap prosedur sertifikasi dan menindaklanjuti temuan ini agar tidak menimbulkan polemik berkepanjangan.

    “Kami akan terus memperbaiki sistem pengelolaan dan pengawasan tanah, termasuk wilayah perairan, agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tutup Nusron.

    Kasus sertifikat tanah di laut Desa Kohod mencerminkan kompleksitas tata ruang dan pengelolaan wilayah di Indonesia. Pemerintah diharapkan dapat memberikan solusi yang adil dan transparan, serta menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dengan pengawasan yang lebih ketat, diharapkan fenomena serupa tidak akan terjadi di masa mendatang. (P-01)

     

     

    Berita Terkini

    spot_imgspot_img

    Jangan Terlewatkan

    Tetap Terhubung

    Untuk mendapatkan informasi terkini tentang berita, penawaran, dan pengumuman khusus