JAKARTA, PARLE.CO.ID — Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan bahwa kerugian negara akibat kasus korupsi dalam proses importasi gula di Kementerian Perdagangan periode 2015–2016 mencapai Rp578 miliar. Angka tersebut merupakan hasil perhitungan final dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Kerugian keuangan negara yang dihitung oleh BPKP mencapai Rp578.105.411.622,47. Angka ini sudah melalui proses penghitungan yang cermat,” ujar Abdul Qohar, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (20/1/2025).
Kerugian Meningkat Dibanding Estimasi Awal
Abdul Qohar menjelaskan bahwa jumlah kerugian tersebut meningkat dibandingkan estimasi awal yang berkisar di angka Rp400 miliar. Penambahan ini terjadi setelah ditetapkannya sembilan tersangka baru dalam kasus tersebut, yang seluruhnya berasal dari sektor swasta.
“Setelah dilakukan pendalaman dan penghitungan ulang oleh BPKP, termasuk mengaitkan kerugian dengan perusahaan-perusahaan yang menjadi tersangka, ternyata kerugian melonjak signifikan dan hasil ini sudah final,” tambahnya.
Kerugian Negara Sebagai Dasar Penetapan Tersangka
Abdul Qohar menekankan bahwa tim penyidik telah memastikan adanya unsur kerugian negara sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka.
“Dalam penetapan tersangka, kami memastikan terlebih dahulu adanya kerugian negara. Tanpa unsur tersebut, penetapan tidak mungkin dilakukan,” ujarnya tegas.
Pada kesempatan yang sama, Kejagung mengumumkan sembilan tersangka baru dalam kasus ini, yakni:
- TWN – Direktur Utama PT AP
- WN – Presiden Direktur PT AF
- AS – Direktur Utama PT SUJ
- IS – Direktur Utama PT MSI
- PSEP – Direktur PT MT
- HAT – Direktur PT DSI
- ASB – Direktur Utama PT KTM
- HFH – Direktur Utama PT BMM
- ES – Direktur PT PDSU
Para tersangka diduga bekerja sama dengan tersangka sebelumnya, Charles Sitorus, Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, untuk mengimpor gula kristal mentah (GKM) yang kemudian diolah menjadi gula kristal putih (GKP). Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong (TTL), juga disangkakan memberikan izin impor kepada sembilan perusahaan tersebut meski perusahaan-perusahaan itu hanya memiliki izin sebagai produsen gula rafinasi.
Skema dan Dampak Kerugian
Dalam modus operandi, gula hasil pengolahan oleh perusahaan-perusahaan swasta tersebut seolah-olah dibeli oleh PT PPI, padahal kenyataannya dijual ke pasar melalui distributor terafiliasi dengan harga Rp16.000 per kilogram. Angka ini jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) saat itu yang sebesar Rp13.000 per kilogram. Dari penjualan tersebut, PT PPI hanya memperoleh keuntungan sebesar Rp105 per kilogram.
Abdul Qohar mengungkapkan bahwa pemberian izin impor GKM yang dilakukan oleh TTL telah menggagalkan tujuan utama stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok nasional melalui operasi pasar.
“Tujuan stabilisasi harga dan ketersediaan gula untuk masyarakat tidak tercapai akibat pemberian izin impor GKM yang keliru kepada perusahaan-perusahaan swasta,” jelasnya.
Dasar Hukum dan Jeratan Pasal
Para tersangka dalam kasus ini dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, mereka juga disangkakan melanggar Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kasus korupsi impor gula ini menjadi perhatian publik karena besarnya kerugian negara yang mencapai ratusan miliar rupiah. Penetapan sembilan tersangka baru menunjukkan komitmen Kejaksaan Agung dalam mengusut tuntas kasus ini. Namun, masyarakat juga berharap agar proses hukum dapat berjalan secara transparan dan memberikan efek jera bagi pelaku tindak pidana korupsi. (P-01)