LOMBOK BARAT, PARLE.CO.ID – Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (Wamen PKP) RI, Fahri Hamzah menyoroti ancaman serius alih fungsi lahan pertanian, khususnya sawah, menjadi kawasan perumahan.
“Sawah adalah aset strategis yang harus dilindungi demi menjaga ketahanan pangan nasional,” kata Fahri Salam sambutannya saat mengunjungi kawasan perumahan baru di Mavilla, Kabupaten Lombok Barat, Jumat (27/12/2024).
Fahri menyampaikan bahwa pertumbuhan penduduk yang pesat, membutuhkan perencanaan matang dalam memenuhi kebutuhan perumahan. Ia menyoroti risiko besar jika sawah terus dialihfungsikan untuk pembangunan perumahan.
“Populasi kita meningkat drastis, dari 135 juta di tahun 1984 menjadi hampir 300 juta sekarang. Kebutuhan rumah jelas bertambah, tapi jangan jadikan sawah sebagai korban. Kalau sawah habis, bagaimana kita akan menanam padi?” ujarnya.
Selain itu, lanjut Wakil Ketua DPR RI Periode 2014-2019 itu, sawah memiliki peran penting dalam menjaga sistem irigasi dan mencegah bencana lingkungan seperti banjir lumpur. Lantas, Fahri membandingkannya dengan tanaman seperti jagung yang lebih rentan terhadap erosi, terutama di lahan miring.
“Oleh karena itu, perlunya inovasi dalam pengembangan perumahan tanpa merusak lahan produktif,” ujarnya lagi.
Salah satu pendekatan yang ia usulkan adalah pembangunan kota-kota vertikal atau pemanfaatan lahan yang kurang subur, yaitu harus mulai mengarahkan masyarakat untuk tinggal di kota vertikal yang terencana dengan baik.
“Dengan begitu, kita bisa membatasi alih fungsi sawah, terutama di wilayah urban dan pinggiran kota,” kata Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia itu, seraya mengajak pemerintah daerah (Pemda) dan pengembang untuk kreatif dalam mendesain perumahan.
Menurut Fahri, inovasi adalah solusi utama untuk menjawab tantangan kebutuhan perumahan yang terus meningkat tanpa mengorbankan ekosistem pertanian. Salah satunya, perlunya digitalisasi dalam proses perizinan pembangunan.
“Proses perizinan harus cepat dan transparan. Jika dokumen lengkap, langsung keluarkan izin. Jangan ada birokrasi berbelit yang menghambat pengembang. Contonya, daerah yang berhasil memangkas waktu penerbitan izin hingga hanya 10 jam berkat sistem digital,” sebutnya.
Ia percaya bahwa percepatan izin akan mendorong pembangunan yang lebih efisien dan terarah tanpa mengorbankan tata kelola lahan yang baik. Fahri mengajak seluruh pihak -baik pemerintah pusat, daerah, maupun pengembang- untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan perumahan dan pelestarian lahan produktif.
“Ketahanan pangan dan kebutuhan tempat tinggal adalah dua hal yang sama pentingnya. Dengan inovasi dan perencanaan yang matang, kita bisa memenuhi keduanya tanpa mengorbankan masa depan,” tutup Wamen PKP, Fahri Hamzah. ***