Sabtu, 22 Maret, 2025
spot_img
More

    Berita Terkini

    Kejaksaan Agung Setujui Delapan Perkara melalui Restorative Justice, Termasuk Kasus Penipuan Sepeda Motor

    JAM-Pidum Asep Nana Mulyana Pimpin Ekspose Virtual untuk Penyelesaian Perkara dengan Keadilan Restoratif

    JAKARTA, PARLE.CO.ID– Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum)  Asep Nana Mulyana, memimpin ekspose virtual pada Rabu (12/3/2025) untuk menyetujui penyelesaian delapan perkara melalui mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif). Salah satu kasus yang diselesaikan adalah kasus penipuan sepeda motor yang melibatkan Tersangka Dita Aditya dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

    Kronologi Kasus Penipuan Sepeda Motor

    Kasus bermula pada Rabu, 25 Desember 2024, ketika Tersangka Dita Aditya meminjam sepeda motor Honda Beat milik Saksi Murdiyono dengan alasan hendak menjemput teman. Namun, Tersangka justru membawa motor tersebut ke Depok dan mengiklankannya di Facebook Marketplace dengan harga Rp2.500.000.

    Setelah berkali-kali mencoba menghubungi Tersangka tanpa respon, Saksi Murdiyono melaporkan kejadian tersebut ke Kepolisian Resort Pasar Minggu. Pada 29 Desember 2024, Tersangka dan barang bukti berhasil diamankan.

    Proses Restorative Justice

    Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Haryoko Ari Prabowo, bersama tim menginisiasikan penyelesaian kasus ini melalui mekanisme Restorative Justice. Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada Saksi Murdiyono, yang kemudian memaafkan dan meminta penghentian proses hukum.

    Permohonan penghentian penuntutan diajukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Dr. Patris Yusrian Jaya, dan disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang dipimpin oleh JAM-Pidum Asep Nana Mulyana.

    Tujuh  Perkara Lain yang Diselesaikan

    Selain kasus Dita Aditya, JAM-Pidum juga menyetujui penyelesaian 7 perkara lain melalui mekanisme Restorative Justice, antara lain:

    1. Melani Rindu Bopeng (Kejaksaan Negeri Kaimana) – Pelanggaran Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
    2. Minanto Aurmatin (Kejaksaan Negeri Kaimana) – Pelanggaran Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
    3. Rahmad Al Gafur bin Kamarrudin (Kejaksaan Negeri Yogyakarta) – Pelanggaran Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
    4. Muhammad Dandy Ferdiansyah (Kejaksaan Negeri Yogyakarta) – Pelanggaran Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
    5. Fajar Hidayat alias Fajar bin Ngateman (Kejaksaan Negeri Balangan) – Pelanggaran Pasal 44 Ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
    6. Muhammad Sabir Halim Sannang bin Halim (Kejaksaan Negeri Malinau) – Pelanggaran Pasal 44 Ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
    7. Virginia Wuarbanaran (Kejaksaan Negeri Kaimana) – Pelanggaran Pasal 80 Ayat (1) Jo. Pasal 76C UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

    Alasan Pemberian Restorative Justice

    Beberapa alasan pemberian Restorative Justice meliputi:

    • Tersangka telah meminta maaf dan korban telah memaafkan.
    • Tersangka belum pernah dihukum sebelumnya.
    • Ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun.
    • Proses perdamaian dilakukan secara sukarela tanpa paksaan.
    • Pertimbangan sosiologis dan respons positif masyarakat.

    Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan

    JAM-Pidum meminta para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022.

    “Restorative Justice merupakan perwujudan kepastian hukum yang mengedepankan perdamaian dan pemulihan hubungan antara pihak-pihak yang terlibat,” pungkas Asep Nana Mulyana. (P-01)

     

    Berita Terkini

    spot_imgspot_img

    Jangan Terlewatkan

    Tetap Terhubung

    Untuk mendapatkan informasi terkini tentang berita, penawaran, dan pengumuman khusus