JAKARTA, PARLE.CO.ID – Peneliti Senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dewi Fortuna Anwar, mengingatkan dunia untuk mewaspadai kebijakan Presiden AS Donald Trump, yang kembali terpilih untuk periode kedua.
“Trump, pada periode pertama kepemimpinannya, telah mengubah kebijakan Amerika Serikat dari pendukung utama globalisasi menjadi negara yang menarik diri dari globalisasi,” ujar Dewi kepada wartawan di Jakarta, Kamis (23/1/2205).
Namun, saat ini Amerika Serikat menunjukkan dukungan terhadap kerja sama internasional di berbagai bidang, termasuk perubahan iklim dan energi terbarukan. Meski demikian, Dewi mengingatkan bahwa AS di bawah kepemimpinan Trump bisa sewaktu-waktu menarik diri dari komitmen internasional tersebut.
“Misalnya, Trump pernah menarik Amerika keluar dari WHO, padahal AS merupakan salah satu pendonor terbesar organisasi tersebut,” ungkapnya.
Dewi juga menyoroti ancaman Trump terkait tarif 100 persen yang mungkin dikenakan kepada negara-negara anggota BRICS (Brazil, Russia, India, China, South Africa). Namun, ia menegaskan bahwa ancaman tersebut tidak perlu dikhawatirkan oleh Indonesia.
“Trump tidak akan langsung mengenakan tarif 100 persen kepada semua anggota BRICS, kecuali jika terjadi de-dolarisasi untuk mengurangi dominasi dolar,” jelas Dewi.
Ia menambahkan, upaya mengurangi hegemoni dolar sebenarnya sudah mulai terjadi di ASEAN, di mana negara-negara di kawasan tersebut menggunakan mata uang masing-masing dalam perdagangan internasional.
Namun, bergabungnya Indonesia dengan BRICS menimbulkan persepsi bahwa Indonesia lebih dekat dengan negara-negara yang dianggap anti-AS. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah langkah tersebut sejalan dengan kebijakan luar negeri bebas aktif Indonesia.
“Beberapa pihak menilai bahwa keanggotaan Indonesia di BRICS bisa menciptakan citra sebagai bagian dari kelompok yang anti-AS. Padahal, kebijakan bebas aktif tetap menjadi prinsip utama politik luar negeri Indonesia,” ujarnya.
Politik Bebas Aktif
Pemerintah Indonesia sendiri menegaskan bahwa keputusan untuk bergabung dengan BRICS adalah bagian dari kebijakan luar negeri bebas aktif, sekaligus menjaga hubungan baik dengan negara-negara Barat, termasuk AS dan Uni Eropa.
“Langkah ini menunjukkan posisi Indonesia yang berusaha memainkan peran diplomatik seimbang di tengah ketegangan internasional. Selain bergabung dengan BRICS, kita juga tergabung dalam OECD dan tetap menjaga kedekatan dengan negara-negara Barat,” pungkas Dewi Fortuna Anwar. ***