Oleh: Maulana Ahmad Sani*
SELAMA beberapa tahun terakhir, ekonomi dunia telah mengalami gonjang-ganjing, dan bahkan banyak negara yang jatuh dalam jurang resesi, akibat ketidakpastian situasi geopolitik, perubahan iklim yang berdampak pada ketahanan pangan dan energi, hingga perlambatan kondisi perekonomian sejumlah negara maju.
Bahkan, dinamika ini masih terus dihadapkan kepada berbagai risiko yang menyangkut ketidakpastian situasi geopolitik. Beberapa contoh kasus yang mengakibatkan ketidakpastian perekonomian dunia yaitu Perang Rusia dan Ukraina yang memberikan dampak signifikan terhadap ekonomi global, karena kedua negara merupakan ekportir utama energi.
Rusia merupakan produsen utama (BBM, batu bara dan gandum) yang merupakan beberapa komoditas yang sangat dibutuhkan dunia. Sementara, Ukraina adalah eksportir utama seed oil, jagung dan gandum.
Perang ini menyebabkan terhambatnya pasokan energi dibutuhkan industri, Perang Ukraina juga menyebabkan beberapa komunitas menjadi lebih tinggi, seperti harga minyak goreng di Indonesia meningkat. Hal ini menunjukkan masyarakat perlu menjaga daya beli agar pertumbuhan ekonomi juga dapat terjaga dengan baik.
Jakarta-IMF Senior Resident Representative for Indonesia James P. Walsh menyebutkan perang di Ukraina berdampak pada ekonomi global dan dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. “Saat ini adalah situasi yang sulit. Pandemi mulai surut namun ada krisis di Ukraina,” kata James Walsh saat memberikan Kuliah Umum kepada PPRA 63 dan 64 dengan tema ‘Indonesia’s Economic Resilience and Future Challenges’ di Auditorium Gadjah Mada Lemhannas RI, Jakarta, pada Senin (18/07/2024). (https://www.lemhannas.go.id/index.php/publikasi/press-release/1626-imf-perang-ukraina-pengaruhi-pertumbuhan-ekonomi-global-2)
Dibandingkan negara-negara di Eropa, krisis perang di Ukraina tidak berdampak secara langsung bagi negara di Asia. Kondisi yang terjadi di eksternal tersebut memunculkan risiko bagi pertumbuhan ekonomi, tidak hanya China, tetapi juga Indonesia. Tidak hanya itu saja, Walsh mengatakan masih banyak negara yang masih berjuang dalam hal utang dan investasi untuk bisa menumbuhkan ekonomi kembali ke masa-masa sebelum pandemi.
“Sebenarnya pertumbuhannya cukup baik sebelum pandemi, namun jatuh, terjun bebas setelah pandemi itu terjadi. Kami mencoba untuk pulih ke masa sebelum pandemic,” ujar James yang juga menyebutkan bahwa ekonomi global dapat pulih kembali melalui investasi, beberapa negara juga melakukan pinjaman ke Bank Dunia agar bisa beroperasi di tengah pandemi.
Bank Sentral meningkatkan bunga akibat inflasi yang cukup tinggi di negara maju. Sehingga, perusahaan di Amerika Serikat, Eropa, dan Australia lebih sulit mengambil pinjaman dan peningkatan bunga tersebut dapat menekan inflasi. Dalam hal ini diharapkan para pemimpin dunia membahas strategi pemulihan ekonomi yang inklusif dengan meningkatkan kerjasama internasional, mendukung negara berkembang dan mempercepat transisi energi yang menjadi kunci menghadapi tantangan di tengah situasi yang kompleks. ***
* Penulis adalah Mahasiswa Manajemen S1- Fakultas Ekonomi dan Bisnis (F-EB) Universitas Pamulang.