JAKARTA, PARLE.CO.ID — Ketahanan dan kedaulatan nasional yang tangguh hanya dapat terwujud apabila didukung oleh pondasi ekonomi yang kuat. Pondasi ini tidak hanya mencerminkan stabilitas ekonomi dalam negeri, tetapi juga menjadi faktor penentu daya tawar bangsa di tengah ketidakpastian global. Oleh karena itu, transformasi ekonomi Indonesia menuju kemandirian pangan dan hilirisasi sumber daya alam (SDA) menjadi agenda yang tidak dapat ditunda.
Sebagai kekuatan ekonomi terbesar kedua setelah Amerika Serikat, Republik Rakyat Tiongkok telah menunjukkan bagaimana pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dapat memperkuat kedaulatan dan daya tawar nasional. Keberhasilan Tiongkok dalam membangun sektor ekonomi menjadi inspirasi besar. Dengan fokus konsistennya selama beberapa dekade, negara ini kini memiliki kekuatan di berbagai aspek—mulai dari ekonomi, teknologi, hingga militer—serta pengaruh besar di kancah internasional.
Indonesia dapat mengambil pelajaran dari pendekatan tersebut. Konsistensi Tiongkok dalam membangun sektor ekonomi dapat menjadi refleksi penting untuk mewujudkan kedaulatan dan ketahanan nasional Indonesia.
Presiden Prabowo Subianto, dalam berbagai kesempatan, selalu menekankan pentingnya transformasi ekonomi melalui swasembada pangan dan hilirisasi SDA. Dengan latar belakang militer yang kental, Presiden Prabowo memahami bahwa kemandirian ekonomi menjadi kunci untuk menciptakan kesejahteraan rakyat sekaligus memperkuat kedaulatan nasional.
Salah satu langkah konkret yang telah diinisiasi adalah program hilirisasi untuk puluhan komoditas SDA unggulan. Namun, realisasi program ini membutuhkan pembaruan data, komunikasi lintas kementerian, serta inisiatif pemerintah daerah untuk mengajukan program hilirisasi berdasarkan potensi lokal masing-masing wilayah.
Dalam konteks swasembada pangan, Presiden Prabowo mencetuskan gagasan lumbung pangan hingga ke tingkat kecamatan dan desa. Ide ini terlihat sederhana, tetapi dampaknya sangat besar, terutama dalam menciptakan efek berganda (multiplier effect) terhadap perekonomian daerah. Lumbung pangan akan mendorong masyarakat desa untuk lebih produktif dalam mengelola potensi lokal, mulai dari menanam padi, jagung, hingga tanaman pangan lainnya seperti ubi kayu, talas, dan sorgum.
Jika gagasan ini terwujud, aktivitas ekonomi desa akan meningkat. Tidak hanya sekadar menanam dan memanen, tetapi juga mengolah hasil panen menjadi produk bernilai tambah yang dapat dipasarkan hingga ke tingkat nasional atau bahkan diekspor. Langkah ini akan menciptakan lapangan kerja baru, mengurangi angka pengangguran, sekaligus membangun pondasi ekonomi lokal yang kuat.
Saat ini, ketergantungan Indonesia pada impor beras menunjukkan adanya kelemahan dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa impor beras pada Januari-Mei 2024 melonjak hingga 2,2 juta ton, jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan kebijakan tegas dalam mencegah alih fungsi lahan pertanian, serta strategi untuk memaksimalkan produktivitas lahan yang ada.
Luas panen padi tahun ini diperkirakan hanya 10,05 juta hektar, turun 1,64 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini harus segera diatasi agar produksi pangan nasional dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri tanpa bergantung pada impor.
Hilangkan Ketergantungan pada Bansos
Data tentang jumlah penerima bantuan sosial (Bansos) menunjukkan masih tingginya angka kemiskinan di Indonesia. Pada tahun 2023, ada lebih dari 103 juta keluarga penerima Bansos dengan anggaran mencapai Rp43,7 triliun. Namun, Bansos bukanlah solusi jangka panjang. Solusi yang lebih efektif adalah menciptakan lapangan kerja produktif yang memungkinkan masyarakat mandiri secara ekonomi.
Lumbung pangan menjadi salah satu strategi yang dapat mengatasi kemiskinan secara fundamental. Dengan mendorong aktivitas ekonomi di desa melalui pengelolaan tanaman pangan, masyarakat akan memiliki peluang untuk meningkatkan pendapatan secara berkelanjutan.
Selain swasembada pangan, hilirisasi SDA merupakan langkah penting dalam transformasi ekonomi. Dengan mengolah SDA di dalam negeri, Indonesia dapat meningkatkan nilai tambah, menciptakan lapangan kerja, serta mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah. Program hilirisasi yang terstruktur tidak hanya akan memperkuat ekonomi nasional, tetapi juga meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global.
Untuk merealisasikan hilirisasi dan lumbung pangan, diperlukan sinergi antara pemerintah pusat, kementerian terkait, dan pemerintah daerah. Pemerintah daerah harus proaktif mengusulkan program hilirisasi berdasarkan potensi SDA yang dimiliki, sementara pemerintah pusat perlu memastikan dukungan regulasi dan pendanaan yang memadai.
Gagasan Presiden Prabowo tentang lumbung pangan dan hilirisasi SDA adalah langkah awal yang strategis untuk membangun ekonomi nasional yang kokoh. Jika diimplementasikan dengan baik, strategi ini akan mewujudkan ketahanan pangan, menciptakan lapangan kerja, serta mengurangi angka kemiskinan di seluruh pelosok Indonesia.
Ketahanan nasional tidak hanya soal kekuatan militer, tetapi juga kemampuan ekonomi untuk mandiri dan tangguh di tengah tantangan global. Dengan merealisasikan gagasan besar ini, Indonesia dapat membangun kedaulatan nasional yang lebih kokoh dan berdaya saing di era modern.
Oleh:
Bambang Soesatyo
Anggota DPR RI/Ketua MPR RI ke-15/Ketua DPR RI ke-20/Ketua Komisi III DPR RI ke-7/Dosen Tetap Pascasarjana Universitas Borobudur, Trisakti, Jayabaya dan Universitas Pertahanan (Unhan)