JAKARTA, PARLE.CO.ID – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa 65% pengguna pinjaman online (pinjol) ilegal di Indonesia adalah perempuan, mayoritas berusia 25–45 tahun. Fenomena ini dipicu oleh kebutuhan ekonomi mendesak, seperti biaya hidup dan pendidikan anak, serta tekanan sosial dalam memenuhi gaya hidup, ditambah rendahnya literasi keuangan.
“Perempuan sering menjadi target karena peran gandanya sebagai pengelola rumah tangga dan keterbatasan akses ke layanan keuangan formal,” ujar Asep Dahlan, konsultan keuangan sekaligus pendiri Dahlan Consultant, Sabtu (3/5/2025).
Asep menyoroti tingginya bunga pinjol ilegal yang bisa mencapai 0,8% per hari, menyebabkan beban utang yang membengkak. Ia mencontohkan kasus Siti (32), ibu dua anak asal Bekasi, yang harus melunasi utang Rp25 juta dari pinjaman awal Rp10 juta dalam waktu tiga bulan karena sistem roll over.
“Ia tak paham hitungan bunganya, hanya karena sangat butuh dana untuk operasi anaknya,” kata Asep.
Untuk mencegah jeratan pinjol ilegal, Asep menawarkan tiga solusi utama:
1. Edukasi keuangan, termasuk pelatihan mengelola pendapatan, menyiapkan dana darurat, dan membedakan antara kebutuhan dan keinginan.
2. Alternatif pendanaan melalui koperasi, bank syariah, atau program bantuan pemerintah seperti KUR (Kredit Usaha Rakyat).
3. Restrukturisasi utang dengan mengkonsolidasikan pinjaman melalui lembaga resmi seperti OJK atau AKPI (Asosiasi Konsultan Pinjaman Indonesia).
*Utang boleh saja, asal produktif dan terencana,” tegas Asep.
OJK sendiri terus mengimbau masyarakat untuk melaporkan pinjol ilegal melalui 157 dan memverifikasi legalitas penyedia pinjaman di situs sikapiuangmu.ojk.go.id. Hingga April 2025, tercatat 1.200 laporan pinjol ilegal, 60% di antaranya berasal dari perempuan. ***