Mafirion: Kasus Miras di Lapas Bukittinggi Bukan yang Pertama, Perlu Sanksi Tegas untuk Pejabat Lalai
Tragedi Berulang Akibat Pengawasan Longgar
JAKARTA, PARLE.CO.ID — Anggota Komisi XIII DPR Mafirion mendesak evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan di lembaga pemasyarakatan (Lapas) seluruh Indonesia. Desakan ini muncul setelah tragedi miras oplosan di Lapas Kelas II Bukittinggi, Sumatera Barat, yang menewaskan dua narapidana dan membuat 23 lainnya keracunan.
Mafirion menyatakan prihatin atas insiden ini, menegaskan bahwa Lapas seharusnya menjadi tempat dengan pengawasan ketat, bukan malah “kecolongan”. “Kami akan memanggil jajaran Ditjenpas, mulai dari Dirjen hingga Kakanwil seluruh Indonesia, untuk mengusut tuntas kasus ini,” tegasnya di Jakarta, Sabtu.
Berdasarkan temuan awal, miras oplosan tersebut diduga berasal dari alkohol produksi mandiri narapidana yang awalnya untuk pembuatan parfum. Alkohol itu kemudian dicampur dengan minuman sachet, es batu, dan air sebelum dikonsumsi.
Sanksi Administratif Dinilai Tidak Cukup
Mafirion mengungkapkan bahwa kasus miras di Lapas Bukittinggi bukan yang pertama. Sebelumnya, Rutan Pekanbaru juga pernah mengalami kejadian serupa, di mana napi terlibat pesta miras dan narkoba.
“Belum selesai satu kasus, sudah muncul kasus baru. Sejak awal 2025 saja sudah beberapa kali terjadi. Sanksi administratif seperti penundaan kenaikan pangkat tidak lagi cukup. Harus ada sanksi tegas jika terbukti ada kelalaian atau keterlibatan petugas,” tegasnya.
Perlindungan Narapidana adalah Tanggung Jawab Negara
Mafirion menegaskan bahwa narapidana tetap manusia yang berhak atas pengawasan dan perlindungan. “Jangan anggap remeh kematian napi. Mereka punya keluarga. Negara bertanggung jawab atas keselamatan mereka selama di Lapas,” ujarnya.
Ia juga mengkritik lambatnya implementasi peta jalan pembenahan sistem pemasyarakatan yang telah lama didorong DPR. “Hingga kini, usulan tersebut belum dijalankan secara serius,” tandasnya. (P-01)