JAKARTA, PARLE.CO.ID — Selasa (24/12/2024) Kejaksaan Agung melalui Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) memeriksa dua saksi terkait perkara pemufakatan jahat dalam tindak pidana korupsi suap dan/atau gratifikasi dalam penanganan perkara terpidana Ronald Tannur. Kedua saksi yang diperiksa adalah:
- WH, Kepala Seksi Pertanahan BPN Kota Tangerang Selatan.
- DCA, anak dari tersangka ZR.
“Pemeriksaan ini dilakukan di Jakarta sebagai bagian dari penyidikan terhadap perkara yang melibatkan tersangka ZR dan LR. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat bukti serta melengkapi pemberkasan dalam kasus yang telah menarik perhatian publik sejak tahun 2023,” kata JAM-Pidum Kejagung Febrie Adriansyah, melalui pernyataan tertulis Puspenkum Kejagung yang diterima di Jakarta, Kamis (26/12/2024).
Kasus Ronald Tannur: Kronologi Singkat
Kasus yang melibatkan terpidana Ronald Tannur mencuat pada 2023 ketika indikasi suap dan gratifikasi dalam proses penanganan hukumnya mulai terungkap. Berdasarkan temuan Kejaksaan Agung, skema pemufakatan jahat diduga melibatkan beberapa pejabat dan pihak terkait, termasuk tersangka ZR dan LR, yang kini menjadi subjek utama penyidikan.
Dalam rentang waktu 2023 hingga 2024, penyidik mendapati alur transaksi keuangan mencurigakan serta komunikasi antara para tersangka dengan sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam upaya mempengaruhi proses hukum.
Peran WH dan DCA dalam Penyelidikan
- WH, sebagai pejabat di Badan Pertanahan Nasional (BPN), diduga memiliki informasi penting terkait aset-aset yang berhubungan dengan kasus ini. Penyidik mencurigai adanya keterkaitan aset tersebut dengan aliran dana suap dan gratifikasi.
- DCA, anak dari tersangka ZR, diperiksa untuk menggali informasi seputar peran keluarganya dalam kasus ini, termasuk kemungkinan keterlibatan dalam transaksi mencurigakan yang mendukung upaya pemufakatan jahat.
Langkah Kejaksaan Agung dalam Penanganan Kasus
Pemeriksaan saksi ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan Kejaksaan Agung untuk menuntaskan kasus korupsi yang melibatkan sejumlah pihak. Berdasarkan data yang tersedia, selama periode 2023–2024, Kejaksaan Agung telah menangani lebih dari 150 kasus korupsi besar, dengan fokus utama pada penguatan bukti dan pemulihan kerugian negara.
Dalam kasus Ronald Tannur, Kejaksaan Agung juga melibatkan teknologi digital forensik untuk melacak aliran dana dan komunikasi yang relevan. Hingga kini, setidaknya 12 saksi telah diperiksa, dan beberapa aset terkait telah disita untuk kepentingan penyidikan.
Komitmen Penegakan Hukum
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus menegaskan, bahwa penyidikan terhadap kasus ini dilakukan dengan transparansi dan integritas tinggi. “Pemeriksaan saksi-saksi ini penting untuk memastikan semua pihak yang terlibat bertanggung jawab atas tindakan mereka. Penegakan hukum tidak akan pandang bulu demi menjaga kepercayaan masyarakat,” ujarnya.
Kejaksaan juga memastikan bahwa setiap langkah penyidikan dilakukan sesuai prosedur hukum, dengan tujuan akhir tidak hanya menghukum pelaku tetapi juga mencegah kasus serupa di masa depan.
Harapan Publik untuk Keadilan
Kasus korupsi Ronald Tannur kembali menjadi pengingat pentingnya pengawasan dan akuntabilitas dalam penegakan hukum. Publik berharap Kejaksaan Agung dapat menuntaskan kasus ini dengan adil, menghukum pelaku, dan mengembalikan kerugian negara.
Dengan komitmen penegakan hukum yang tegas, diharapkan Indonesia dapat terus memperkuat upaya pemberantasan korupsi sebagai langkah menuju pemerintahan yang bersih dan transparan. (P-01)