JAKARTA, PARLE.CO.ID – Penyelenggaraan Pilkada Kabupaten Kuningan 2024, merupakan sejarah pilkada terburuk di Kuningan. Hari tenang telah digunakan oleh pasangan calon (paslon) tertentu untuik melakukan kampanye dan mempengaruhi pemilih secara massif di berbagai Desa, dengan cara membagikan uang atau money politic, minyak dan atau beras atau materi lainnya.
Kekhawatiran ini diungkap politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Yanuar Prihatin, yang juga salah satu calon Bupati Kuningan nomor 3, lewat keterangan tertulisnya, Jumat (29/11/2024).
Menurut Yanuar, serangan massif tersebut jelas pelanggaran sangat berat yang bisa diproses, dan dapat membatalkan proses pencalonan mereka (salah satu paslon dan tim suksesnya), jika bisa dibuktikan secara hukum.
“Di waktu hari tenang kita mendengar kabar dalam berbagai bentuk seperti foto dan video, bahkan diberitakan di media massa dan media sosial bahwa hari tenang dimanfaatkan untuk sesuatu yang tidak pantas dilakukan yaitu pembagian minyak, ada yang bagi beras, bahkan bagi uang dan seterusnya, itu berlangsung di banyak desa,” bebernya lagi.
Anehnya lagi, lanjut dia, kejadian yang berlangsung massif itu seperti dibiarkan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setempat, aparat hingga penegak hukum, karena tidak mungkin mereka tidak tahu kejadian tersebut. Bahkan, tersiar kabar bahwa praktek tersebut juga dilakukan oleh aparat pemerintah daerah (Pemda).
“Sungguh luar biasa, seperti ada kerjasama yang testruktur. Karena skalanya bersifat massif, tidak mungkin praktek kotor dan curang ini dilakukan mendadak. Pasti sudah direncanakan sebelumnya, baik jenis pemberiannya, jumlahnya, waktunya, target operasinya hingga pelaku di lapangan. Segala hal yang bersifat tersruktur dan massif, pasti dilakukan dengan cara yang sistematis teroganisir,” tegas calon bupati yang dikenal sangat anti dengan politik uang ini.
Ditegaskan Yanuar pula, kecurangan pilkada yang bersifat TSM ini (terstuktur, sistematis dan massif) adalah salah satu bentuk kecurangan dan mengotori proses pilkada yang bersih dan jujur. Bahkan tindakan ini bisa dikategorikan sebagai kejahatan demokrasi, kejahatan pilkada yang super serius.
“Pelaku kejahatan apapun biasanya sering disebut sebagai penjahat. Mental masyarakat telah dirusak dengan memanfaatkan kondisi ekonomi yang sedang dililit kesulitan. Inilah sejarah pilkada terburuk di Kabupaten Kuningan,” sebut Yanuar.
Padahal, menurut mantan Wakil Ketua Komisi II DPR RI 2019-2024 itu, ketiga paslon yang berlaga di Kuningan, sebelumnya pernah menandatangani deklarasi anti politik uang di Universitas Kuningan. Namanya deklarasi berarti mereka dan timnya berkomitmen diri untuk tidak lakukan pelanggaran berat berupa politik uang.
“Tapi, faktanya kejahatan demokrasi ini malah dilakukan secara TSM. Berarti mereka telah lakukan kebohongan besar kepada publik. Antara yang diucapkan dan fakta yang dilakukan jauh berbeda,” tegas Yanuar yang juga ikut menandatangani deklarasi tersebut dan konsisten tidak mau lakukan politik uang dalam Pilkada Kuningan. ***