JAKARTA, PARLE.CO.ID – Peretasan Pusat Data Nasional (PDN) ini sebagai tragedi kegagalan negara dalam mengantisipasi dan memitigasi di era digital. Bahkan ada kesan kalau pemerintah gagap teknologi alias Gaptek karena tidak siap mengantisipasi era digital ini.
Sindiran ini dilontarkan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi saat menjadi narasumber acara Gelora Talk bertema ‘PDN Jebol Diretas, Bahaya di Mana Negara?’, dikutip Kamis (4/7/2024).
“Era digital ini sudah 10 tahun digelorakan pemerintah, tapi ternyata pemerintah nampak gagap, tidak siap mengantisipasi era digital itu sendiri. Infrastruktur dan SDM juga tidak siap, sehingga hal ini menjadi tragedi dan kegagalan negara,” katanya.
Karena PDN dikelola satu pintu, lanjut Tulus, maka ketika diretas hacker, akibatnya seluruh pelayanan publik terutama yang strategis menjadi lumpuh dan terganggu di lapangan. Selain lumpuhnya pelayanan publik, yang sering tidak disadari adalah perundungan data pribadi milik masyarakat.
“Di era digital ini, data pribadi ini menjadi harta karun kita. Harusnya menjadi perhatian utama pemerintah,” tegas dia.
Bahkan, YLKI menduga peretasan PDN ini terkait upaya pemerintah dalam memberantas kasus judi online dan pinjaman online ilegal, serta kelengahan pemerintah yang hanya mengambil ceruk ekonomi digital sebagai pemasukan, tapi tanpa mengantisipasi dampak permasalahan yang timbul.
“Padahal tingkat kriminalitasnya sangat tinggi, banyak penumpang gelap di era digital ini. Tapi datanya tidak back up, dan SDM-nya yang handle juga tidak handal,” tandasnya.
Sedangkan Pengamat Telematika dan IT Roy Suryo mengatakan, kerugian negara dari kasus peretasan PDN ini sangat besar bagi publik dan keamanan negara.
“Kalau yang tidak mengerti, bilang aman-aman saja karena data kita dikunci. Tapi kalau dari teori konspirasi justru banyak yang senang, datanya hilang,” kata Roy Suryo.
Mengingat dampak peretasan PDN ini sangat besar, seharusnya DPR, kata Roy Suryo, membentuk Panitia Khusus (Pansus) dan YLKI memfasilitasi gugatan class action kepada negara.
“Kasus ini tidak cukup diselesaikan melalui Panja atau Rapat Kerja, tapi harus melalui Pansus mengingat kerugian yang sangat besar. Dan saya mau memprovokasi tipis-tipis agar YLKI melakukan gugatan class action kepada negara, ” katanya.
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY ini meminta pemerintah tidak mempercayai pelaku peretasan Brain Chiper yang akan memberikan ‘kunci’ gratis untuk membuka data PDN Sementara di Surabaya yang diretas.
“Dari kemarin saya ditanya media, mas kira-kira dikasih kunci nggak? Saya bilang coba dibaca baik kata-katanya, Rabu ini. Itu tidak dikatakan Rabu 3 Juli, bisa Rabu depan, bisa Rabu tahun depan. Rabunya kita tidak tahu kapan, bisa kapan-kapan. Kita kena prank,” tambahnya lagi.
Sebab, dalam sejarah peretasan didunia tidak pernah ada hacker yang minta maaf, sehingga pernyataan Brain Chipper itu hanya sekedar prank. Apalagi pemerintah saja tidak meminta maaf ke rakyatnya, malah hackernya yang minta maaf, sehingga hal ini menjadi aneh.
Dan sampai hari ini, terbukti tidak diberikan kuncinya. Kita memang kena prank,” pungkas Roy Suryo. ***