Sabtu, 8 Februari, 2025
spot_img
More

    Berita Terkini

    Gus Dur dan Warisan Toleransi: Perayaan Imlek sebagai Simbol Pluralisme di Indonesia

    JAKARTA, PARLE.CO.ID — Perayaan Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili yang dirayakan oleh warga etnis Tionghoa di Indonesia pada hari ini tidak lepas dari peran Presiden ke-4 Republik Indonesia, Abdurrahman Wahid, atau yang akrab disapa Gus Dur. Saat memimpin Indonesia, Gus Dur mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2000 yang mencabut Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 1967.

    Inpres tersebut, yang dikeluarkan pada era Presiden Soeharto, melarang perayaan Imlek dan membatasi ekspresi budaya serta keagamaan masyarakat Tionghoa. Gus Dur tidak hanya mencabut larangan tersebut, tetapi juga menetapkan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur fakultatif bagi yang merayakannya. Kebijakan ini kemudian diperkuat oleh Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri, yang menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional pada tahun 2003.

    Dasar Hukum dan Makna Toleransi dalam Kebijakan Gus Dur

    Menurut Ketua Fraksi PKB MPRĀ  Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz, langkah Gus Dur dalam mengizinkan perayaan Imlek sejalan dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28E Ayat 1 dan Pasal 29 Ayat 2. Pasal-pasal ini menjamin hak setiap warga negara untuk memeluk agama dan beribadat sesuai dengan keyakinannya, serta menegaskan bahwa negara wajib melindungi kemerdekaan beragama.

    Keppres Nomor 6 Tahun 2000 tidak hanya membuka jalan bagi perayaan Imlek, tetapi juga menjadi bukti nyata bahwa Indonesia adalah bangsa yang menghargai pluralisme dan toleransi.

    ā€œKeputusan Gus Dur mencerminkan semangat pluralisme dan toleransi yang menjadi fondasi bangsa Indonesia,ā€ ujar Neng Eem dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (29/1/2025).

    Gus Dur dan Penghapusan Diskriminasi Pribumi-Non Pribumi

    Selain mengizinkan perayaan Imlek dan tarian barongsai, kebijakan Gus Dur juga menghapus dikotomi pribumi dan non-pribumi yang selama ini menjadi sumber diskriminasi. Pada era kepemimpinannya, Gus Dur juga mengakui Konghucu sebagai agama resmi di Indonesia. Langkah-langkah ini tidak hanya memperkuat hak-hak masyarakat Tionghoa, tetapi juga memperkaya keragaman budaya dan agama di Indonesia.

    Upaya Menjadikan Gus Dur sebagai Pahlawan Nasional

    Atas jasa-jasanya, Fraksi PKB MPR RI saat ini tengah mempersiapkan segala persyaratan untuk mengusulkan Gus Dur sebagai pahlawan nasional. Neng Eem menegaskan bahwa momentum perayaan Imlek menjadi pengingat betapa layaknya Gus Dur menerima gelar tersebut. Apalagi, MPR telah mencabut Ketetapan MPR Nomor II/MPR/2001 tentang pemberhentian Gus Dur sebagai presiden pada 25 September 2024.

    ā€œGus Dur adalah tokoh yang pantas dijadikan pahlawan nasional. Kebijakannya telah membawa perubahan besar bagi bangsa ini,ā€ tegas Neng Eem, yang juga menjabat sebagai Wakil Sekjen DPP PKB.

    Gelar Bapak Tionghoa dan Warisan Abadi Gus Dur

    Atas kontribusinya dalam membela hak-hak masyarakat Tionghoa, Gus Dur dianugerahi gelar ā€œBapak Tionghoaā€ pada 10 Maret 2004, dalam perayaan Cap Go Meh di Klenteng Tay Kek Sie, Semarang, Jawa Tengah. Gelar ini menjadi simbol penghargaan atas perjuangannya dalam menegakkan keadilan dan kesetaraan bagi semua warga negara, tanpa memandang latar belakang etnis atau agama. (P-01)

     

    Berita Terkini

    spot_imgspot_img

    Jangan Terlewatkan

    Tetap Terhubung

    Untuk mendapatkan informasi terkini tentang berita, penawaran, dan pengumuman khusus