Pernyataan ini disampaikan dalam Rapat Pleno Badan Pengkajian MPR yang berlangsung di Ruang GBHN, Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Selasa (4/2/2025).
Dalam rapat tersebut, Andreas didampingi Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR, Tiffatul Sembiring dan Hj. Hindun Anisah, MA. Rapat ini juga dihadiri oleh Sekretaris Jenderal MPR, Siti Fauziah.
Pembahasan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN)
Andreas menjelaskan bahwa berdasarkan Keputusan MPR No. 3 Tahun 2024 tentang Rekomendasi MPR Masa Jabatan 2019-2024, Badan Pengkajian MPR bertugas menyelesaikan substansi dan bentuk hukum PPHN. Hasil pembahasan ini harus dilaporkan kepada Pimpinan MPR paling lambat awal Juli 2025, sebelum dibahas dalam rapat gabungan MPR pada Agustus 2025.
“Metode pengkajian dilakukan melalui Focus Group Discussion (FGD) guna menguji sahih rancangan substansi PPHN dan menentukan bentuk hukumnya. Nantinya, Badan Pengkajian akan menyusun rumusan final PPHN berdasarkan masukan dari para pakar,” ujar Andreas.
Ia menambahkan bahwa substansi PPHN sebenarnya sudah dibahas pada periode MPR sebelumnya, namun bentuk hukumnya belum diputuskan. Ada tiga opsi yang masih dipertimbangkan, yakni berbentuk Undang-Undang (UU), Ketetapan MPR (TAP MPR), atau menjadi bagian dalam pasal UUD NRI Tahun 1945.
“Prioritas utama saat ini adalah menyelesaikan PPHN sesuai tugas Badan Pengkajian MPR hingga Agustus 2025. Setelah itu, fokus utama beralih ke kajian UUD NRI Tahun 1945,” jelasnya.
Kajian Komprehensif terhadap UUD NRI Tahun 1945
Selain PPHN, Badan Pengkajian MPR juga ditugaskan untuk mengkaji UUD NRI Tahun 1945 dan pelaksanaannya secara menyeluruh. Kajian ini bertujuan sebagai bahan rekomendasi perubahan terbatas UUD NRI Tahun 1945.
“Kajian ini dilakukan melalui metode Focus Group Discussion (FGD) untuk menyerap berbagai aspirasi dan masukan dari para pakar,” kata Andreas.
Tema utama kajian komprehensif terhadap UUD NRI 1945 dan implementasinya mencakup lima bidang utama:
- Kedaulatan rakyat dalam perspektif demokrasi Pancasila;
- Kewenangan dan hubungan antar-lembaga negara dalam struktur ketatanegaraan Indonesia;
- Keuangan negara, sistem perekonomian nasional, dan kesejahteraan sosial;
- Pemerintahan daerah dan desa;
- Pertahanan dan keamanan negara.
Andreas menjelaskan bahwa kajian ini merupakan “bedah konstitusi” yang akan menghasilkan naskah akademik sebagai rekomendasi perubahan UUD NRI Tahun 1945. Namun, tugas Badan Pengkajian hanya sebatas melakukan kajian dan menyerahkannya kepada Pimpinan MPR untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan tata tertib MPR.
Evaluasi Ketetapan MPR dan Penyusunan RUU tentang MPR
Tugas lain Badan Pengkajian MPR adalah meninjau dan mengevaluasi pelaksanaan Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS/MPR RI dari Tahun 1960 hingga 2002. Fokus utama evaluasi ini adalah Pasal 2 dan Pasal 4 dari Ketetapan tersebut.
Selain itu, Badan Pengkajian MPR juga bertugas menyusun naskah akademik dan rancangan undang-undang (RUU) tentang MPR sebagai bagian dari reformasi ketatanegaraan.
Dengan demikian, Badan Pengkajian MPR RI memiliki peran strategis dalam merancang arah kebijakan nasional melalui PPHN, meninjau pelaksanaan UUD NRI Tahun 1945, serta mengkaji peraturan-peraturan fundamental yang berpengaruh terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia. (P-01)