JAKARTA, PARLE.CO.ID — Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat menegaskan bahwa upaya pencegahan pernikahan usia dini perlu terus ditingkatkan melalui pelaksanaan kebijakan yang konsisten dan langkah sistematis.
“Sejumlah kebijakan terkait pencegahan pernikahan usia dini sebenarnya sudah tersedia. Pekerjaan rumah yang harus segera dilakukan adalah meningkatkan pemahaman para pemangku kepentingan dan masyarakat terkait implementasi kebijakan tersebut,” kata Lestari di Jakarta, Selasa (14/1/2025).
Statistik Pernikahan Usia Dini: Ancaman Serius
Data United Nations Children’s Fund (UNICEF) tahun 2023 menunjukkan, terdapat 25,53 juta perempuan di Indonesia yang menikah sebelum usia 18 tahun. Data tersebut menempatkan Indonesia di peringkat keempat kasus pernikahan usia dini terbanyak di dunia, setelah India, Bangladesh, dan Cina.
Selain itu, Indonesia Judicial Research Society (IJRS) mencatat bahwa 95% permohonan dispensasi kawin pada 2019–2023 dikabulkan oleh pengadilan agama dan pengadilan negeri. Sebanyak sepertiga dari alasan permohonan tersebut adalah kehamilan pada anak.
Perubahan Kebijakan: Meningkatkan Batas Usia Pernikahan
Pemerintah telah melakukan langkah maju dengan merevisi batas usia minimal menikah bagi perempuan dari 16 tahun menjadi 19 tahun. Revisi ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 16/2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Namun, menurut Lestari, kebijakan ini perlu didukung oleh upaya peningkatan pemahaman masyarakat mengenai dampak buruk pernikahan usia dini.
Dampak Pernikahan Usia Dini: Bentuk Kekerasan terhadap Anak
Lestari, yang juga dikenal dengan sapaan Rerie, menyebutkan bahwa pernikahan usia dini adalah bentuk kekerasan terhadap anak yang berdampak luas, baik fisik, seksual, mental, maupun sosial.
“Pernikahan usia dini mengakibatkan anak kehilangan masa depannya. Edukasi tentang hak-hak reproduksi perempuan harus dilakukan secara konsisten agar kebijakan yang sudah ada dapat berjalan efektif,” ujar Rerie.
Peran Pemangku Kepentingan dan Masyarakat
Lestari berharap agar seluruh pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat maupun daerah, memiliki kesadaran yang sama untuk menangani pernikahan usia dini. Ia juga mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pencegahan ini.
“Di tengah persaingan global yang semakin ketat, Indonesia memerlukan generasi penerus yang sehat, berkarakter, dan berdaya saing. Hal ini hanya dapat dicapai jika kita bersama-sama melindungi anak-anak dari ancaman pernikahan usia dini,” tegasnya. (P-01)