JAKARTA, PARLE.CO.ID — Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR memanggil anggota Komisi I DPR Yulius Setiarto, untuk memberikan klarifikasi atas pernyataannya yang dianggap menyinggung institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Klarifikasi ini dijadwalkan berlangsung Selasa (3/12) pukul 14.30 WIB.
Yulius sebelumnya menyatakan melalui media sosial bahwa terdapat indikasi kecurangan dalam pemilihan kepala daerah yang melibatkan “Partai Coklat”, istilah yang dianggap merujuk pada Polri. Pernyataannya menuai reaksi dari masyarakat, termasuk aduan resmi ke MKD.
Pengaduan dari Masyarakat
Dikutip dari Antara, Wakil Ketua MKD DPR TB Hasanuddin menjelaskan bahwa laporan terhadap Yulius disampaikan oleh seorang individu bernama Ali Hakim Lubis. Pelapor menyampaikan keberatan atas pernyataan Yulius yang dianggap mencemarkan nama baik institusi Polri.
“Pengadu ini tidak mewakili institusi mana pun, termasuk Polri. Kami sudah menanyakan identitas serta tujuan dari aduan ini, dan pengadu melaporkan sebagai warga negara yang merasa terganggu dengan pernyataan tersebut,” jelas TB Hasanuddin di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (2/12/2024).
Hak Imunitas Anggota DPR
Meskipun demikian, TB Hasanuddin menegaskan bahwa pernyataan Yulius sebagai anggota DPR sebenarnya dilindungi oleh hak imunitas sebagaimana diatur dalam undang-undang. Hak tersebut memberikan kebebasan bagi anggota legislatif untuk menyampaikan pandangan, termasuk kritik terhadap pemerintah atau institusi tertentu.
“Anggota DPR memiliki kebebasan berbicara yang dilindungi oleh undang-undang, khususnya jika pernyataan tersebut relevan dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai legislator. Namun, karena ada pengaduan resmi, MKD tetap akan meminta klarifikasi,” tambahnya.
Dugaan Keterlibatan Polri dalam Pilkada
Aduan terhadap Yulius Setiarto terutama terkait dengan tuduhan bahwa Polri aktif menggalang dukungan untuk memenangkan kandidat tertentu dalam Pilkada 2024. Jika benar, tuduhan ini dapat mencederai netralitas institusi negara dalam proses demokrasi.
Pernyataan Yulius memicu perdebatan di ruang publik, dengan sebagian pihak mendukung kebebasannya berpendapat, sementara pihak lain menganggapnya perlu memberikan bukti yang jelas atas tuduhannya.
Proses di MKD dan Implikasi Lebih Lanjut
Klarifikasi yang dijadwalkan pada Selasa (3/12/2024) menjadi langkah awal MKD dalam menentukan apakah pernyataan Yulius melanggar etika atau hanya bagian dari tugasnya sebagai anggota legislatif. TB Hasanuddin juga menyebut bahwa hasil dari pertemuan ini akan menentukan langkah selanjutnya.
“Jika terbukti bahwa pernyataan tersebut tidak relevan atau melanggar etika, MKD akan memberikan rekomendasi sanksi. Namun, jika sebaliknya, kami akan mendukung hak imunitas Yulius sebagai anggota DPR,” pungkasnya.
Pentingnya Netralitas dan Kebebasan Berpendapat
Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya menjaga keseimbangan antara kebebasan berpendapat anggota DPR dan netralitas institusi negara. Proses di MKD diharapkan mampu memberikan kejelasan atas persoalan ini sekaligus memastikan bahwa demokrasi di Indonesia tetap berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku. (P-01)