HNW: Mosi Integral Mohammad Natsir adalah Tonggak Sejarah Kembalinya NKRI yang Layak Diabadikan dalam Kalender Nasional
Ajakan Penetapan 3 April Sebagai Hari NKRI Mengemuka
JAKARTA, PARLE.CO.ID — Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) kembali mengangkat pentingnya menetapkan tanggal 3 April sebagai Hari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tanggal tersebut dinilai sangat bersejarah karena pada 3 April 1950, Mohammad Natsir mengajukan Mosi Integral di Parlemen Republik Indonesia Serikat (RIS), yang berhasil mengembalikan bentuk negara dari federal menjadi NKRI.
HNW menilai, langkah Mohammad Natsir, seorang tokoh Islam dan Ketua Partai Masyumi saat itu, merupakan buah dari ijtihad dan perjuangan politik yang luar biasa. Mosi tersebut juga menjadi bukti nyata bahwa seluruh kekuatan politik—tanpa memandang perbedaan ideologi—dapat bersatu demi kepentingan bangsa. Fraksi-fraksi di Parlemen RIS, mulai dari Partai Katolik, Kristen, PKI, PNI, hingga PSI yang kala itu dipimpin oleh Prof. Soemitro Djojohadikusumo (ayah Presiden Prabowo), secara aklamasi mendukung mosi tersebut.
Mosi Integral dan Relevansinya di Tengah Isu Islamophobia dan Indonesia Phobia
Dalam perbincangannya bersama Pengurus Pusat Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) di Ruang Kerjanya, Kompleks Parlemen, Jakarta (11/4/2025), HNW mengingatkan kembali bahwa Mosi Integral bukan hanya peristiwa politik, tetapi juga simbol persatuan yang penting untuk menjawab isu-isu kontemporer seperti Islamophobia dan Indonesia Phobia.
“Islamophobia menggambarkan ketidakadilan terhadap peran umat Islam dalam sejarah bangsa ini. Padahal, tokoh seperti M. Natsir, seorang ulama dan politisi Islam, justru menjadi arsitek kembalinya NKRI,” ujar HNW.
Sebaliknya, Indonesia Phobia menurut HNW adalah pandangan dari sebagian kalangan yang menilai negara sebagai produk yang menyimpang, sehingga muncul anggapan ekstrem seperti menyebut negara sebagai “thaghut” atau “bid’ah”.
Mosi Integral Natsir membuktikan bahwa pemikiran Islam dapat menjadi kekuatan pemersatu, bukan pemecah bangsa.
April, Bulan Bersejarah: Dari Mosi Integral hingga Konferensi Asia Afrika
HNW menekankan, selain tanggal 3 April sebagai Hari NKRI, bulan April secara keseluruhan layak dijadikan sebagai Bulan NKRI. Salah satu alasannya adalah karena pada bulan yang sama juga digelar Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 18–24 April 1955 di Bandung. Konferensi ini menjadi simbol perlawanan negara-negara Asia dan Afrika terhadap penjajahan dan semangat solidaritas global.
Dukungan DDII dan Harapan untuk Presiden Prabowo
Dalam kesempatan yang sama, para pimpinan DDII menyambut positif usulan HNW. Hadir dalam pertemuan itu antara lain Wakil Ketua Umum II Dr. H. Muhammad Noer, MA; Wakil Ketua Umum IV Dr. Imam Zamroji, MA; Sekretaris Umum Drs. H. Avid Solihin, MM; dan beberapa pengurus lainnya.
HNW bahkan mengusulkan agar dalam silaturahim nasional keluarga besar DDII pada 19 April 2025 nanti, dibuat resolusi untuk mendukung usulan penetapan 3 April sebagai Hari NKRI.
“Kita sudah punya Hari Pancasila, Hari Konstitusi. Maka sangat wajar jika kita juga memiliki Hari NKRI,” ucapnya.
Warisan Soemitro dan Harapan untuk Prabowo Subianto
HNW menyatakan bahwa langkah ini bisa menjadi awal yang baik bagi Presiden Prabowo Subianto dalam periode pertamanya. Selain menjadi bentuk penghormatan kepada sejarah dan semangat persatuan, hal ini juga bisa menjadi legacy dari Prabowo yang selaras dengan perjuangan sang ayah, Prof. Soemitro, yang mendukung Mosi Integral Natsir pada 1950.
“Ini bisa jadi simbol kuat dari semangat kebangsaan yang tidak membedakan ideologi maupun latar belakang. Semua bersatu demi NKRI, sebagaimana dulu mereka bersatu mendukung mosi Natsir,” pungkas HNW. (P-01)
