Rabu, 30 April, 2025
spot_img
More

    Berita Terkini

    MAKI Desak Kejagung Perluas Penyidikan Kasus Korupsi Pertamina Rp193,7 Triliun

    Tuntutan Pemeriksaan Broker dan Klarifikasi Kerugian Negara

    JAKARTA, PARLE.CO.ID —- Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah, untuk memperluas penyidikan kasus dugaan korupsi di PT Pertamina yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun.

    Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menyoroti kejanggalan dalam proses penyidikan terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina, sub holding, serta kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) periode 2018-2023.

    Keganjilan Penyidikan dan Absennya Tersangka dari KKKS

    Boyamin menegaskan bahwa meskipun Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka, belum ada satupun dari unsur KKKS, broker importir minyak mentah, atau broker importir BBM yang disentuh penyidikan. Padahal, kerugian negara akibat peran broker ini mencapai Rp11,7 triliun.

    “Nama-nama broker yang menguasai Pertamina sejak 2014 sudah beredar luas. Jaksa harus periksa mereka agar tidak ada kesan tebang pilih,” tegas Boyamin di Kejagung, Jakarta, pada Kamis (26/3/2025).

    Sembilan Tersangka dan Dugaan Mark Up Kontrak

    Kejagung sebelumnya telah mengumumkan sembilan tersangka, yaitu Riva Siahaan, Sani Dinar Saifuddin, Yoki Firnandi, Agus Purwono, Muhammad Kerry Adrianto Riza, Dimas Werhaspati, Gading Ramadhan Joedo, Maya Kusmaya, dan Edward Corne.

    Mereka diduga terlibat dalam korupsi melalui kegiatan blending di depo PT Orbit Terminal Merak dan mark up kontrak shipping transportasi minyak mentah, yang menyebabkan negara membayar fee 13-15 persen secara ilegal. Muhammad Kerry Adrianto Riza, sebagai beneficial owner PT Navigator Katulistiwa, disebut meraup keuntungan besar dari transaksi tersebut.

    Kerugian Rp147 Triliun Dipertanyakan

    Boyamin juga mempertanyakan dalil Kejagung yang menyebut kerugian negara Rp147 triliun pada 2023 akibat kebijakan pemerintah terkait kompensasi dan subsidi. Menurutnya, dalil ini tidak logis karena para tersangka tidak memiliki wewenang mengambil kebijakan tersebut.

    “Kejagung harus klarifikasi ke publik soal ini,” tandasnya, menekankan perlunya transparansi dalam penanganan kasus ini. (P-01)

    Berita Terkini

    spot_imgspot_img

    Jangan Terlewatkan

    Tetap Terhubung

    Untuk mendapatkan informasi terkini tentang berita, penawaran, dan pengumuman khusus