Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Asep Nana Mulyana Tegaskan Komitmen Restorative Justice untuk Penyelesaian Perkara
JAKARTA, PARLE.CO.ID– Kejaksaan Agung Republik Indonesia melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Asep Nana Mulyana menyetujui penyelesaian 12 perkara melalui mekanisme Restorative Justice (Keadilan Restoratif) dalam ekspose virtual yang digelar pada Selasa (18/3/2025). Mekanisme ini diharapkan dapat memberikan solusi yang lebih manusiawi dan memulihkan hubungan antara pelaku dan korban.
Penyelesaian Perkara Narkotika dengan Rehabilitasi
Dua dari 12 perkara yang disetujui melibatkan tindak pidana narkotika. Kedua tersangka, yaitu Dikko Damar Aranditto dari Kejaksaan Negeri Pontianak dan Abdul Rahman dari Kejaksaan Negeri Lombok Tengah, dinyatakan sebagai pengguna narkotika (end user) dan tidak terlibat dalam jaringan peredaran gelap narkotika.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium forensik, kedua tersangka positif menggunakan narkotika. Namun, mereka tidak terlibat dalam jaringan peredaran gelap dan dikualifikasikan sebagai pecandu atau korban penyalahgunaan narkotika,” jelas JAM-Pidum.
Kedua tersangka juga belum pernah menjalani rehabilitasi lebih dari dua kali, sehingga memenuhi syarat untuk diselesaikan melalui rehabilitasi dengan pendekatan keadilan restoratif. “Kami meminta Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif,” tambahnya.
Kasus Penggelapan Sepeda Motor Diselesaikan dengan Perdamaian
Salah satu perkara lain yang diselesaikan melalui mekanisme ini adalah kasus penggelapan sepeda motor yang melibatkan tersangka Thomas Gildus Feka alias Tomi dari Kejaksaan Negeri Malinau. Tersangka, yang merupakan karyawan bengkel milik korban, meminjam sepeda motor untuk keperluan pribadi tanpa seizin pemilik.
Setelah melalui proses perdamaian, tersangka mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada korban. “Korban telah memaafkan tersangka dan meminta agar proses hukum dihentikan,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri Malinau, I Wayan Oja Miasta.
Permohonan penghentian penuntutan ini kemudian diajukan ke JAM-Pidum dan disetujui dalam ekspose tersebut. “Ini adalah contoh bagaimana keadilan restoratif dapat menyelesaikan konflik tanpa harus melalui proses pengadilan,” kata JAM-Pidum.
11 Perkara Lain yang Diselesaikan dengan Restorative Justice
Selain kasus narkotika dan penggelapan, JAM-Pidum juga menyetujui penyelesaian 11 perkara lainnya melalui mekanisme keadilan restoratif. Beberapa di antaranya melibatkan tindak pidana penganiayaan, pencurian, dan penadahan.
Alasan penyelesaian perkara ini antara lain:
- Tersangka telah meminta maaf dan korban telah memaafkan.
- Tersangka belum pernah dihukum sebelumnya.
- Ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun.
- Proses perdamaian dilakukan secara sukarela tanpa paksaan.
- Masyarakat merespons positif terhadap penyelesaian ini.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai peraturan yang berlaku,” tegas JAM-Pidum.
Komitmen Kejaksaan Agung dalam Menerapkan Restorative Justice
JAM-Pidum menegaskan bahwa penerapan keadilan restoratif merupakan bagian dari upaya Kejaksaan Agung untuk menciptakan kepastian hukum yang berkeadilan. “Mekanisme ini tidak hanya menyelesaikan perkara secara hukum, tetapi juga memulihkan hubungan sosial antara pelaku dan korban,” ujarnya.
Dengan penyelesaian 12 perkara ini, Kejaksaan Agung berharap dapat menjadi contoh bagi penanganan perkara serupa di masa depan. “Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan penerapan keadilan restoratif dalam penanganan perkara pidana,” pungkas JAM-Pidum.