Wakil Ketua MPR RI Serukan Regulasi Khusus untuk Memerangi Islamophobia, Dukung Inisiatif MUI dan GNAI
JAKARTA, PARLE.CO.ID — Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mendorong pembuatan regulasi atau undang-undang (UU) Anti-Islamophobia di Indonesia. Hal ini disampaikan dalam rangka memperingati Hari Internasional Memerangi Islamophobia yang jatuh pada 15 Maret. HNW menegaskan bahwa Indonesia, sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, harus menjadi pionir dalam memerangi Islamophobia, baik di tingkat nasional maupun global.
“Indonesia perlu memainkan peran penting dalam memerangi Islamophobia, tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di level global. Ini sejalan dengan amanat Konstitusi, khususnya alinea ke-4 Pembukaan UUD NRI 1945,” ujar HNW melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (14/3/2025).
Dukungan untuk RUU Anti-Islamophobia
HNW mendukung inisiatif Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Gerakan Nasional Anti-Islamophobia (GNAI) untuk mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Anti-Islamophobia ke DPR. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), tempat HNW bernaung, siap menyambut dan memperjuangkan RUU tersebut. “Gagasan ini perlu terus disuarakan dan direalisasikan. Indonesia harus menjadi contoh bagi negara-negara lain,” tegasnya.
HNW juga mengusulkan agar negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membuat regulasi serupa, mengikuti contoh UU Antisemitisme yang telah diterapkan di beberapa negara.
Latar Belakang dan Urgensi Regulasi
HNW mengingatkan bahwa Resolusi PBB pada 15 Maret 2022 menetapkan tanggal tersebut sebagai Hari Internasional Memerangi Islamophobia. Resolusi ini dihadirkan sebagai respons atas tragedi penembakan 51 muslim di Masjid Christchurch, Selandia Baru, pada 15 Maret 2019, serta berbagai insiden Islamophobia lainnya di Eropa, India, Myanmar, dan Israel.
“Islamophobia masih terus terjadi. Kita perlu tindakan nyata, bukan hanya retorika. Semua komponen bangsa, termasuk pemerintah, harus mendukung resolusi ini,” ujar HNW. Ia juga menyarankan agar khotbah Jumat menjelang atau setelah 15 Maret memuat pesan tentang ancaman Islamophobia.
Materi Pokok RUU Anti-Islamophobia
HNW menjelaskan bahwa RUU Anti-Islamophobia setidaknya harus mencakup dua aspek utama: internal dan eksternal. Dari sisi internal, regulasi ini akan memperkuat upaya melawan Islamophobia di dalam negeri, termasuk penolakan terhadap sekularisme ekstrem dan liberalisme yang memicu kebencian terhadap simbol dan tokoh agama Islam.
“Di Indonesia, masih ada kelompok yang phobia terhadap konsep Islam Rahmatan lil Alamin, meski mereka sendiri beragama Islam. RUU ini akan memperkuat UU yang sudah ada, seperti UU tentang harmoni kehidupan beragama dan penodaan agama,” jelasnya.
Dari sisi eksternal, RUU ini akan memberikan kewenangan kepada pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Luar Negeri, untuk mengambil tindakan ketika terjadi insiden Islamophobia di luar negeri. “Misalnya, jika terjadi pembakaran Al-Quran atau pelecehan terhadap Islam, pemerintah bisa memanggil duta besar negara terkait untuk membahas masalah tersebut,” tambah HNW.
Inspirasi dari Negara Lain
HNW menyebut bahwa Indonesia bisa mengambil inspirasi dari RUU Memerangi Internasional Islamophobia yang pernah dibahas di Amerika Serikat dan Kanada. Meski RUU tersebut gagal disahkan di AS pada 2021, proses pembahasannya menunjukkan pentingnya regulasi serupa di tingkat global.
“Jika UU sulit direalisasikan dalam waktu dekat, Presiden Prabowo bisa mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) sebagai langkah awal. Ini sejalan dengan konsep ratifikasi perjanjian internasional ke dalam hukum nasional,” ujar HNW.
Tantangan dan Harapan
HNW berharap tidak ada kelompok yang phobia terhadap gagasan RUU Anti-Islamophobia. Ia mencontohkan bahwa banyak negara Barat telah memiliki UU Antisemitisme, meski definisinya sering dikritik karena terlalu luas. “Indonesia harus adil dan mengambil langkah serupa untuk melindungi umat Islam dari Islamophobia,” tegasnya.
Dukungan Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas terhadap Resolusi PBB tentang Islamophobia juga menjadi landasan kuat bagi Indonesia untuk menghadirkan regulasi ini. “Indonesia harus menindaklanjuti sikap resminya dengan UU Anti-Islamophobia yang jelas dan tidak multitafsir, demi memperkuat toleransi dan harmoni kehidupan beragama,” pungkas HNW. (P-01)