Belajar dari berbagai pengalaman di mana perspektif arkeologis diabaikan, sudah saatnya organisasi profesi bersikap tegas dan proaktif dalam mengingatkan para pemangku kepentingan. Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua MPR RI dalam sambutannya pada Kongres Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) dan Seminar Nasional Arkeologi di Yogyakarta, Senin (3/2/2025).
Menurutnya, peran aktif komunitas arkeologi sangat diperlukan untuk memastikan bahwa aspek sejarah dan kebudayaan mendapatkan perhatian dalam setiap kebijakan yang diambil pemerintah.
Amanat Konstitusi dalam Pemajuan Kebudayaan
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat, menegaskan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan terkait pemajuan kebudayaan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 32 UUD 1945. Konstitusi telah memberikan jaminan agar negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan memastikan kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
Selain itu, implementasi UU Nomor 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan juga perlu terus didorong agar dapat dijalankan secara efektif. Data arkeologi, misalnya, seharusnya menjadi dasar dalam kebijakan perencanaan kawasan, termasuk dalam tata ruang dan pengembangan wilayah. Dengan demikian, keputusan yang diambil tidak akan merugikan keberlangsungan warisan budaya.
Tantangan dan Solusi dalam Pengelolaan Warisan Budaya
Menurut Lestari yang juga merupakan anggota Komisi X DPR dari Dapil II Jawa Tengah, sudah menjadi kebutuhan mendesak untuk mengedukasi semua pihak, terutama dalam menumbuhkan political will para pemangku kepentingan. Pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya arkeologi akan membantu mereka dalam menghasilkan kebijakan yang lebih tepat, terutama dalam aspek perlindungan dan pemanfaatan warisan budaya.
Namun, arkeologi di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan besar. Beberapa di antaranya adalah regulasi yang belum efektif, buruknya pengelolaan situs, kurangnya kolaborasi antar disiplin ilmu, infrastruktur yang masih tertinggal, serta keterbatasan sumber daya. Oleh karena itu, diperlukan sinergi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat untuk mengatasi permasalahan ini.
Sebagai bangsa, kita harus memiliki kesepahaman bahwa arkeologi dan peninggalan sejarah bukan hanya sekadar artefak masa lalu, tetapi juga merupakan sumber inspirasi dan pembelajaran bagi generasi penerus. Dengan kebijakan yang lebih inklusif dan berbasis data arkeologi, Indonesia dapat menjaga dan memanfaatkan warisan budayanya secara optimal demi masa depan yang lebih baik. (P-01)